Poligami adalah syariat Islam yang telah banyak dizhalimi dengan berbagai macam jenis ke-lebay-an umatnya. Berikut lebay-lebay yang berhasil saya kumpulkan, semoga teman-teman ada yang bisa melengkapi.
Lebay 1:
Hanya 3 kata saja untuk isteri-isteri Rasulullah: tua, janda, banyak anak. Sudah pernah
baca sirah siapa yang saja yang tua, siapa yang banyak anak..? Seakan2 di pikiran
kita Rasulullah itu adalah panti jompo dan panti asuhan. Padahal menurut
riset saya istri Rasul ada yang di bawah 20, 30 dan 40 tahun. Dan sebagai catatan bahwa istri
Rasulullah SAW yang berusia 37 th adalah Zainab binti Jahsy (sepupu beliau
sendiri) dan terkenal memiliki kecantikan yang luar biasa dan diakui oleh
Aisyah sebagai saingan terberatnya. Yang punya anak saat menikah dengan Beliau SAW hanya 3 orang:
1. Saudah, memiliki 1 orang anak dan sudah dewasa.
2. Ummu Habibah Ramlah binti Abi Sufyan ra, memiliki 1 orang anak,
dengan catatan kakeknya anak itu adalah Abu Sufyan ra. yang merupakan adalah pembesar Quraisy yang kaya raya. Paman anak itu adalah Mu'awiyyah bin Abi Sufyan ra. yang merupakan pendiri Dinasti Umawi.
3. Ummu
Salamah, memiliki 4 orang anak.
Lainnya adalah janda tanpa anak dan berusia muda.
Lagi pula kalau yang dinikahi Rasulullah adalah janda tua semua, logikanya anak-anaknya sudah pada dewasa semua dan sudah tidak tergolong anak yatim lagi. Janda muda yang bisa punya anak yatim yang masih kecil-kecil.
Lebay 2:
Memaksakan logika Rasulullah berpoligami saat isteri pertama beliau yaitu Khadijah binti Khuwailid ra pertama sudah meninggal dunia. Logika ini tidak konsisten. Dengan logika ini seharusnya Rasulullah SAW tidak
bisa poligami, karena baru bisa menikah jika istri sebelumnya meninggal.
Harusnya Beliau SAW baru bisa menikahi Aisyah ra setelah Saudah ra wafat dan menikahi Ummu Salamah
ra setelah Aisyah ra wafat. Faktanya Rasulullah SAW menikahi banyak wanita.
Lebay 3
Rasulullah SAW monogami 25 tahun, poligami 10 tahun, sehingga seakan2 Rasulullah
SAW lebih condong pada praktek monogami, dibanding pologami.
Monogami 25 tahun dilihat bukan pada person yang luar biasa (Khadijah) namun pada
momentum yang luar biasa yaitu Hijrah, atau periodisasi dakwah. Dalam sirah
disebutkan bahwa selain bermonogami dengan Khadijah, beliau juga pernah
bermonogami dengan Saudah sktr 1 tahun, itu semua dilakukan saat beliau berada
di Makkah. Berbeda saat di Madinah, isteri beliau bertambah satu demi
satu. Jika diambil pelajaran adalah Rasulullah sangat empati pada kondisi
sulit yang dialami para sahabat, dan amat tidak bijaksana jika di saat
genting tsb beliau menikah lagi. Dan di Madinah Islam harus disebarkan
bukan hanya lintas suku namun juga lintas gender dan usia, dan mungkin ini juga
alasan mengapa usia istri beliau tersebar dari mulai ABG seperti Aisyah ra sampai dewasa
tua seperti Saudah ra.
Jadi ada argumentasi yang lebih elegan bahwa 25 tahun monogami, dilakukan di
periode makkah dan 10 tahun poligami dilakukan di periode madinah.
Lebay 4
Memaksakan tafsir positif bhw Rasulullah SAW menikah bukan karena nafsu, namun karena wahyu.
Maksudnya mulia, namun saat yang sama kita membuat 2 kesilapan, yang pertama adalah tidak ada seorang pun yang tahu persis apa alasan Rasulullah SAW berpoligami,
hanya Allah SWT dan Beliau SAW yang mengetahuinya. Kita hanya menjadi penafsir2 kecil dari perkara2 yang telah terjadi 1400 tahun yang lalu. Sehingga sebagai penafsir mini, kita tidak boleh memutlakkan apa yang menjadi pendapat kita. Kita
boleh saja menafsirkan 'nikah langit' namun kita juga tidak bisa menampik
tafsiran sebaliknya yang dilakukan para anti-Islam mengatakan bahwa
beliau adalah seorang "Child Mollester" atau "Pedofilia" dengan menikahi
'Aisyah saat itu berusia 6-9 tahun dan mencerca Abu Bakar sebagai orang tua yang kemaruk
kemuliaan dsb.. Na'udzubillahi min dzaalik. Ingatlah setiap tafsir
positif pasti akan diikuti dg tafsir negatif.
Terkait
dengan Rasulullah SAW menikah atas dasar wahyu, saya
hanya menemukan satu nama yaitu, Zainab binti Jahsy ra. Beliau menikah
dengan Rasulullah SAW setelah menunaikan tugas suci untuk menghapus
budaya jahiliyah, bahwa anak angkat sama dengan anak kandung yang bahkan
bernasab dengan nasab ayah angkatnya dan saling mewarisi. Suami beliau
sebelum Rasulullah SAW adalah Zaid bin Haritsah anak angkat Rasulullah
SAW. Dua kali pernikahan Zainab seluruhnya difasilitasi oleh surat al
Ahzab ayat 36 dan 37. sehingga terkenal sebutan bahwa Zainab dipinang
dari langit ketujuh, yang melamarkan beliau untuk Rasulullah SAW adalah
Allah SWT sendiri.
Lebay 5
Manusia tidak mungkin adil, sehingga poligami dengan syarat adil adalah sesuatu yang mustahil.
Pertama yang perlu kita ingat adalah: Islam tidak mungkin mensyariatkan sesuatu yang mustahil untuk dijalankan. Agama Islam adalah agama untuk manusia dan Rasulullah SAW dan para sahabatnya adalah manusia2 biasa seperti kita yang telah sukses menjalankan ajaran Islam di masanya.
Kedua, berhati2lah saudara2ku, ini adalah salah satu pintu kekufuran.
Syariat Islam, termasuk di dalamnya adalah poligami dibuat oleh Allah SWT yang Maha Mengetahui dan Maha Adil. Jika kita meragukan atau menganggap
poligami sebagai sesuatu yang buruk maka itu akan merusak keyakinan kita atau bahkan mereduksi nama dan sifat
Allah pada skala pribadi kita sendiri. Artinya pada skala pribadi kita tidak meyakini ilmu dan keadilan dari Allah SWT. Namun pada hakikatnya keagungan dan
kekuasaan Allah SWT tidaklah berkurang hanya karena anggapan hamba2Nya. Adapun hal yang jelas berkurang atau cacat adalah keimanan sang hamba akan Tauhid Uluhiyyah
dan Tauhid Asma' wash Shifat.
Ketiga, saya mau menanyakan satu hal, "Apakah adil itu perbuatan yang baik
atau buruk?" Jika anda manusia normal dan beragama, tentu akan menjawab,
"adil adalah perbuatan yang baik." Jika adil adalah perbuatan adil mengapa
kita takut untuk menjalankannya? Dalam ayat poligami "wa in khiftum an laa
ta'diluu.." (Jika kamu takut tidak adil..). Kalau adil yang notabene
perbuatan baik saja kita takut melaksanakannya, lalu beraninya ngapain?
Maksiat? Na'udzubillah.. Sebagian ulama (mungkin agak bergurau) menyebutkan
ayat ini semacam bentuk "cengan" (dicengin, ngerti kan, logat betawi
nih). Ya klo gak berani, satu aja cukup deh..
Keempat, adil dalam poligami adalah dalam nafkah dan giliran bermalam.
Syariat tidak menuntut lebih dari itu, bisa buka tafsir ata fiqih karya
siapapun pasti begitu. Adil dalam perasaan tidak dituntut karena surat
an Nisaa' ayat 129 telah menjelaskan bhw, "dan kamu tdk akan dpt berbuat
adil di antara istri2mu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian."
Syaikh Abu Bakar Jabir al Jazairi dalam al Aisar menyebutkan adil di sini
adalah dalam masalah cinta dan jima'. Lebih jauh beliau menyebutkan ini
adalah rukhshah yang diberikan Allah dan tidak diberi hukuman karena lebih cinta
pada yang lain. Di antara para lebay-er hanya berhenti sampai di sini untuk
menunjukkan ketidakmungkinan adil. Namun potongan ayat selanjutnya
menyebutkan lain, "..karena itu janganlah terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung2.." Artinya jelas bahwa
syariat poligami tidak dimakzulkan karena tidak dapat adil dalam masalah cinta.
Allah tahu kamu tidak bisa adil dalam perasaan, namun jangan sampai terlalu
cenderung sehingga yang lain jadi terkatung2.
Keenam. Sebagai muslim/muslimah tentu kita mengerjakan shalat dan juga mengetahui bahwa pada shalat ada amalan lahir dan amalan batin. Amalan lahir shalat adalah gerakan2 dan
bacaan2 dr takbir sampai salam dan amal bathinnya adalah khusyu'.
Pertanyaannya adalah jika seseorang tidak bisa khusyu' dalam shalat, apakah
syariat shalatnya yang salah dan dianggap tidak ada manfaatnya? Tentu
jawabnya tidak demikian, apapun kondisi bathin seseorang dalam shalat
khusyu' kah atau justru mikirin sandal di luar hilang atau tidak, secara
lahir syariat shalat tetap ada dan yang tidak melaksanakannya dikategorikan
berdosa. Demikian pula adil dalam poligami, amalan lahirnya adalah adil
dalam nafkah dan giliran (dianalogikan dengan gerakan dan bacaan shalat), amal
bathinnya bisa jadi ia lebih cinta terhadap salah satu istrinya (dan hal itu
manusiawi). Hal ini tidak menghilangkan poligami dalam syariat.
Lebay 6
Fokus pada laki, seakan2 poligami hanya kehendak laki2. Padahal jika ada
poligami berarti ada pula wanita yang bersedia menjadi isteri ke-2,3,4. Hukum
supply dan demand berlaku di sini. Jika tidak ada wanita yang bersedia jadi
istri kesekian tentu tidak akan ada poligami.
Lebay 7
Poligami diidentikkan nikah nafsu semata, kalau mau mau nikah lagi harus dengan wanita yang telah jadi janda, tua, banyak anak (sudah dijelaskan di atas).
Pertama, rekan2 sekalian ketahuilah, nikah jika tidak pakai nafsu syahwat
(dlm tanda petik) tidak akan jadi anak. Paham ini adalah paham anti
reproduksi manusia.
Kedua, hampir seluruh manusia menikah karena ada "ketertarikan pada
lawan jenis", dalam Islam pun ada satu 'ritual melamar' yang disebut nazhar atau melihat calon suami/istri. Tidak melihat calon justru dianggap
menyimpang dari as sunnah. Saat melihat Rasulullah pun sampai
menganjurkan agar yang dilihat benar2 mampu menimbulkan keinginan
'tertentu' (ngerti kan..?). Pernah suatu kasus dialami oleh seorang
shahabiyah yang bernama Habibah binti Sahal (dalam hadits hanya disebutkan
isteri Tsabit bin Qais ra) setiap kali melihat suaminya ingin
meludahinya karena suaminya berwajah jelek. Akhirnya beliau minta
diceraikan dengan skema Khulu' (mengembalikan mahar) karena khawatir durhaka pada suaminya, dan ini adalah Khulu' pertama yang terjadi dalam Islam (demikian
menurut Imam Ahmad yg dikutip oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al
Bassam dlm Taudhiihul Ahkaam min Buluughil Maraam (Syarah Buluughul
Maram jilid 5 hal 549 Pustaka Azzam, 2006). Dan ini mungkin penyebabnya karena
nikah tidak menjalankan syariat nazhar, hanya memakai keyakinan dan husnuzzhan "kalau sahabat
Rasulullah SAW pasti baik". Pendapat ini dipakai oleh ust. Fauzil Azhim dalam salah satu
bukunya yang banyak itu (sumpah.. Lupa buku yang mana..).
Supaya tidak menimbulkan prasangka saya tuliskan hadits yang dimaksud:
927. Dari Ibnu Abbas ra, "Sesungguhnya istri Tsabit bin Qais datang
menemui Nabi SAW, lalu ia berkata, "Wahai Rasulullah aku tidak pernah
mencela Tsabit bin Qais di dalam perilaku dan agamanya akan tetapi aku
membenci kekufuran di dalam Islam. Rasulullah bertanya, "Apakah engkau mau
mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab, "Ya!" Rasulullah SAW bersabda
(kepada Tsabit), "Terimalah kebun tersebut dan thalaqlah satu" (HR. Bukhari).
Di dalam riwayat Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya ra,
"Sesungguhnya Tsabit bin Qais adalah laki2 yang memiliki wajah jelek dan
istrinya berkata, "Seandainya aku tidak takut kepada Allah, maka apabila ia
menemui diriku, niscaya aku ludahkan wajahnya" (HR. Ibnu Majah (2507))
Yang menarik di sini adalah, yang bermasalah dengan penampilan fisik adalah wanita, bukan
laki2. Jadi yang menginginkan pasangan dengan fisik prima bukan hanya monopoli
pria tapi juga wanita (makanya laki2 kalau mau dapat istri cantik, mbok ya ngaca
dulu.. Piiisss)
Ketiga, kalau menikah pertama saja dianggap wajar dan boleh memakai pertimbangan
'fisik nan syahwati' apa alasannya untuk pernikahan berikut tidak boleh memakai pertimbangan 'syahwat'? Kenapa kalau nikah pertama boleh pake
cinta2an, nafsu2an sedang untuk menikah yang berikut tidak boleh? Sekali lagi
ini adalah logika yang tidak konsisten.
Sebagai penutup saya beri sebuah analogi:
Ada seorang yang setiap kali makan harus 4 piring, ada pula orang yang cukup
makan 1 piring atau kurang dari itu. Bayangkan jika yang tangkinya besar
cuma disediakan 1 piring, akan banyak mudharatnya, produktivitas menurun
dsb, begitu pula yang lambung kecil, disuruh makan 4 piring, yang ada dia
muntah2. Adalah hal yang tidak bijaksana memaksa orang yang harusnya makan 4 piring cuma 1 piring dan juga mengharuskan semua orang harus makan 4 piring padahal banyak orang yang cukup makan 1 piring. Saudaraku, Islam agama utk semua manusia, lintas zaman, lintas zona,
lintas profesi dan lintas2 lainnya. Karena untuk semua jenis manusia inilah
maka Rasulullah SAW adalah manusia biasa seperti kita, Beliau SAW makan,
tidur, bekerja, berperang, menjadi pemimpin dan juga berhubungan sex
sebagaimana kita. Tidak ada hal2 manusiawi (tentunya bukan tergolong maksiat) yang kita lakukan sebagai manusia yang tidak dilakukan oleh Beliau SAW. Islam tidak menutup mata akan kebutuhan 'unik'
seseorang, justru memberikan jalan yang halal dan thayyibah untuk itu. Dalam
hal apapun Beliau SAW memberi contoh yang terbaik. Dalam berkeluarga
Rasulullah SAW memberi contoh yang terbaik untuk manusia. Saat beliau
bermonogami beliau lakukan monogami terbaik yang pernah dilakukan manusia, dan itu beliau jalani selama 25-26 tahun kehidupan pernikahan Beliau SAW. Demikian pula saat beliau berpoligami beliau lakukan
selama 10 tahun dengan poligami yang terbaik yg pernah ada di umat manusia.
Kemanapun kita melihat, di situlah Rasulullah SAW memberikan contoh
terbaik. Saya tutup penjelasan saya dengan ayat, "Laqad kaana fii
Rasulillah uswatun hasanatun, liman kaana yarjullaha wal yaumal akhira
wa dzakarallaha katsiira."
Wallahu a'lam
Terima kasih telah membaca artikel tentang LEBAY POLIGAMI di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.