Belajar dari pemboikotan yang melumpuhkan pergerakan dakwah dari 2 aspek utama, yaitu sosial dan ekonomi, Rasulullah SAW membuat beberapa keputusan strategis untuk menangani 2 tersebut, yang pertama hijrah ke Habasyah dan ke-2 mulai mencari basis dakwah baru yang diawali dengan kunjungan beliau ke Tha'if. Usaha dakwah beliau ke Tha'if walau hasilnya belum sesuai target, namun Rasulullah SAW telah mencoba cara dan pendekatan baru dalam berdakwah. Untuk peristiwa di Tha'if bisa dibaca pada tulisan yang terdahulu:
http://tadabburku.blogspot.com/2014/10/dakwah-rasulullah-saw-ke-thaif-teks.html
http://tadabburku.blogspot.com/2014/10/dakwah-rasulullah-saw-ke-thaif-hikmah.html
Dari beberapa kitab sirah yang saya baca, pembahasan terkait hijrah ke Habasyah banyak terfokus pada debat antara Ja'far bin Abi Thalib dengan Amr bin Ash di hadapan Najasyi. Suatu debat yang sangat fenomenal dan fundamental yang menunjukkan jati diri, isi kepala dan hati dari masing-masing pihak. Tadinya saya juga berfikir demikian, bahwa poin utama dari hijrah ke Habasyah ini adalah hijrah karena tekanan dan dialog-dialog tersebut, tidak lebih. Namun setelah membaca rangkaian kejadian dan terutama setelah melihat siapa saja sahabat yang ikut serta dalam hijrah ke Habasyah, saya mengambil kesimpulan yang berbeda.
Sebelum kita membahas siapa saja yang Rasulullah SAW suruh hijrah ke Habasyah ada baiknya kita membahas terlebih dahulu mengapa Rasulullah memilih Habasyah sebagai tempat hijrah yang pertama, padahal di sekitar jazirah masih banyak kerajaan2 besar lain, seperti kerajaan himyar di yaman, ghassan, syam dan mesir. Mengapa harus ke Habasyah yang terpisahkan oleh lautan dan sudah berbeda bangsa warna kulit. Kalau cuma mau mencari kerajaan yang beragama nasrani, kerajaan2 yang saya sebutkan di atas adalah kerajaan2 memakai nasrani sebagai agama resmi dan relatif lebih dekat dengan Makkah.
Pilihan Rasulullah SAW terhadap Habasyah sebagai tempat hijrah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Kerajaan Habasyah memiliki sejarah yang menggentarkan penduduk Makkah. Kerajaan tersebut di bawah panglima besarnya, Abrahah, yang menguasai daerah Yaman pernah mencoba menghancurkan Ka'bah sebagai pusat peribadahan orang arab saat itu dengan cara mencabutnya! Bukan dengan palu atau kapak, namun memakai 12 ekor gajah yang didatangkan langsung dari afrika. Walaupun pasukan tersebut hancur lebur oleh burung Ababil, namun meluruk negeri orang dan hendak menghancurkan simbol agungnya, hanya dapat dilakukan oleh orang nekad.
Suatu kejelian yang luar biasa, jika para sahabat sudah mendapat jaminan keamanan di Habasyah, hampir tidak mungkin kafir Quraisy memiliki nyali untuk menyerang Habasyah. Dan perkiraan Rasulullah SAW tepat, alih-alih berani menyerang atau mengancam, yang dilakukan kafir Quraisy adalah mengirimkan duta yang paling tangguh, yaitu Amr bin Ash dengan disertai hantaran berbagai hadiah mewah.
Kedua, Rasulullah SAW sendiri menyebut Najasyi sebagai "Seorang raja yang adil sekali. Di bawah kekuasaannya tidak seorangpun boleh dianiaya." Dua poin itu sudah cukup untuk menjamin keamanan para sahabat di negeri orang. Najasyi ini terkenal keadilannya karena ia orang yang dekat dengan agama dan memiliki objektivitas yang tinggi ketika berhadapan dengan masalah. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban beliau yang tegas dan tidak dapat diintervensi oleh provokasi dari Amr bin Ash. Beliau adalah orang yang mampu melihat esensi dan memperhatikan detail masalah.
Ketiga, Rasulullah SAW melihat kesatuan agama samawi yang dianut oleh raja dan penduduk Habasyah yang pada saat itu memeluk agama nasrani. Isu yang diangkat adalah kita sama-sama memuliakan Isa bin Maryam dan Maryam binti Imran, walaupun ada perbedaan yang besar dalam menempatkan posisi mereka berdua. Bahwa di dalam kitab suci al Qur'an menyebut-nyebut dan memuliakan nabi Isa dan ibunya Maryam, itu adalah fakta yang terbantahkan. Bahkan surat ke-19 dari al Quran adalah surat Maryam. Hal ini menegaskan bahwa umat Islam amat sangat menghargai Nabi Isa as sebagai Nabi Ulul 'Azmi dan Maryam binti Imran sebagai salah satu wanita yang paling utama di muka bumi, dipuji dan disucikan namanya oleh Allah di dalam al Quran. Kita berbeda dengan yahudi yang sampai hari ini yakin nabi Isa adalah anak hasil zina.. Namun kita juga berbeda dengan nasrani yang yakin bahwa Isa as adalah anak tuhan. Kita yakin bahwa Isa as adalah Rasul yang Allah utus kepada Bani Israil, dengan kitabnya Injil dan dengan berbagai mu'jizat yang Allah karuniakan pada Beliau 'alaihis Salaam.
Rasulullah SAW melalui sahabat dan juga sepupunya yaitu Ja'far bin Abi Thalib ra sukses memperoleh simpati dari Najasyi melalui sentimen keagamaan dimanfaatkan untuk mendapat. Hal ini tampaknya terinspirasi dari peristiwa pemboikotan, di mana Rasulullah SAW tertolong oleh perlindungan dari kaumnya karena semangat ashabiyah kesukuan. Pamannya yaitu Abu Thalib mengumpulkan Bani Hasyim untuk melindungi Rasulullah SAW dari usaha pembunuhan kaum kafir Quraisy. Bahkan Abu Thalib menyuruh anak2nya untuk bergilir melindungi Rasulullah SAW. Pemboikotan sendiri berakhir karena adanya rasa kemanusiaan dari para kafir Quraisy, yang bagaimanapun juga masih ada pertalian nasab dengan kaum muslimin dan Bani Hasyim. Selain itu penghentian boikot tersebut juga dikuatkan dengan hancurnya naskah pemboikotan oleh rayap yang dikirim Allah SWT.
Dari ketiga hal di atas ada tiga pelajaran besar yang bisa kita ambil.
1. Negara dan Militer
Rasulullah SAW memilih daerah tujuan hijrah adalah negara yang memiliki kekuatan militer tidak dapat dipandang ringan dan walaupun tidak dapat menyaingi romawi dan persia, namun memiliki sentuhan militer dalam sejarah Makkah. Paduan fakta kekuatan militer dan sejarah memang ampuh menciutkan nyali. Walaupun kekuatan militer amerika diakui di seluruh dunia, namun saya ragu mereka memiliki keberanian untuk meluruk vietnam dan korea utara, dua negara yang membuat amerika kabur pontang-panting. Hijrahnya para sahabat ke negeri Habasyah di masa sekarang mungkin mirip dengan orang yang meminta suaka politik pada negara yang memiliki kekuatan di atas negeri di mana ia tinggal. Di masa sekarang ini negeri yang memiliki kekuatan militer yang kuat tidak disangsikan lagi adalah negara yang memiliki tingkat kedisiplinan dan kesejahteraan yang tinggi, yang sudah mampu beranjak dari pemenuhan kebutuhan primer menuju aktualisasi fungsi sebuah negara.
Jika kita belajar dari sejarah, jelas terlihat bahwa kestabilan politik sebuah negara amat ditentukan oleh kekuatan militer. Apa jadinya sebuah negara yang takut oleh preman? Atau sebuah negara yang tidak bisa membela dirinya saat diserang oleh negara lain? Selama ribuan tahun militer telah memainkan fungsinya sebagai penjaga batas negara dan stabilisator internal negara. Hal ini membuat militer menjadi golongan dan dan bahkan telah menjadi strata tersendiri dalam berbangsa dan bernegara. Dalam agama Hindu sampai sekarang, militer memiliki kasta tersendiri, yaitu Ksatria. Begitu juga raja-raja di eropa memiliki lapisan kelompok sendiri yang disebut Knight, di Jepang mereka dinamakan Samurai. Penggolongan ini bukan semata untuk menunjukkan penghormatan negara dan masyarakat pada profesi ini, namun juga untuk menunjukkan siapa yang sebenarnya dapat berkuasa di suatu negeri.
Hampir seluruh kerajaan di masa lalu dibangun oleh orang-orang yang memiliki kemampuan mengorganisasi militer yang mumpuni. Kita bisa sebut nama Raden Wijaya, Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Hasanuddin, Jenghis Khan, Richard The Lion Heart, Napoleon Bonaparte, Shalahuddin al Ayyubi, Muhammad al Fatih, bahkan Geronimo kepala suku Indian Chiricahua Apache semuanya adalah para pemimpin yang juga panglima perang yang handal. Kemampuan mengorganisasi pasukan apalagi yang jumlahnya mencapai ratusan ribu seperti yang pernah dimiliki oleh Jenghis Khan menunjukkan manajemen dan sistem komando yang luar biasa.
Saya tidak sedang membela pemerintah as Sisi di Mesir, namun dengan kekuatan senjata apa saja menjadi mungkin. Kita boleh tidak senang dengan tindakan yahudi, amerika dan para sekutunya terhadap negeri-negeri Islam, namun itu semakin menguatkan teori, siapa yang layak memimpin. Niccolo Machiavelli pernah berkata, "Hanya nabi yang bersenjata yang bisa berkuasa." Dan sejarahpun membuktikan bahwa dari 25 Nabi yang wajib kita imani, hanya 3 orang yang bisa memimpin negara, yaitu Nabi Dawud, Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad SAW. Apa ciri yang menyamakan mereka selain mereka sama-sama menerima wahyu Allah SWT? Mereka punya kekuatan militer.
Ketika sebuah negara memiliki kekuatan militer, negara lain sungkan untuk berbuat sembarangan pada negara tersebut. Apa yang bisa dilakukan Khomeini saat menjatuhkan hukuman mati pada Salman Rusydi sang penulis ayat-ayat setan yang mencari suaka politik ke Inggris? Gak bisa apa-apa dan gak bisa ngapa2in. Paling jauh ngomong doang. Padahal Iran mempunyai kekuatan militer yang cukup kuat di Timur Tengah, memiliki Garda Republik yang terkenal gagah berani, bahkan Sang Presiden Mahmud Ahmadinejad konon kabarnya juga mantan Garda Republik. Sebaliknya yahudi bisa petantang petenteng di Timur Tengah karena mempecundangi berbagai negara Arab khususnya di perang 1948, 1967 dan 1973.
Ketika sebuah negara kuat maka ia menjadi tempat orang lain berlindung dan ketika negara lemah maka ia akan mudah dikendalikan oleh negara-negara yang kuat. Kita lihat kenyataan bagaimana seorang yahudi ghilat shalit yang ditawan bertahun-tahun oleh Hamas, ditukar dengan sekian ratus atau ribu tahanan Palestina. Di sini kita tidak melihat berhasil atau tidaknya tekanan Hamas pada yahudi, namun satu hal yang jelas yahudi berhasil memposisikan dirinya lebih tinggi dibanding rakyat Palestina. Baru-baru ini saja tentu kita heran dengan sebab agresi yahudi ke Gaza yang "hanya" berasal dari pembunuhan 4 orang remaja yahudi (dan ini pun tidak bisa dibuktikan oleh yahudi). 2000 orang lebih saudara-saudara kita di Gaza meninggal dunia dan 10.000 terluka belum lagi infrastruktur yang hancur luluh akibat agresi tersebut. Penyebabnya apa? Pembunuhan 4 orang remaja yahudi..
2. Negara dan Pemimpin
Pertimbangan Rasulullah SAW mengapa negeri Habasyah menjadi tujuan hijrah bukan saja karena kekuatan militernya namun juga siapa pemimpinnya. Rasulullah SAW sendiri mengatakan, "Seorang raja yang adil sekali. Di bawah kekuasaannya, tidak seorang pun boleh dianiaya." Negara kerajaan adalah negara yang sangat tergantung pada karakter rajanya. Raja zhalim maka hasilnya seperti Fir'aun di masa Nabi Musa as, atau seperti Namrud di masa Nabi Ibrahim as. Raja adil bisa seperti Nabi Dawud as dan Nabi Sulaiman as. Pada saat itu Habasyah dipimpin Najasyi yang sangat adil, dan karena agama resmi di negeri itu adalah nasrani dapat dipastikan pula bahwa Najasyi adalah seorang yang taat beragama, berilmu dalam agamanya dan juga.. cerdas. Hal ini terlihat dalam dialog dengan Ja'far bin Abi Thalib ra di mana beliau bisa dengan objektif menilai bahwa agama nasrani dan Islam berasal dari pancaran cahaya yang sama dan perbedaannya hanya sebesar lidi.
Walaupun tidak ada data yang jelas, tampaknya Najasyi selain pemimpin yang karismatik dan cerdas, beliau sudah memiliki birokrasi dan tata pemerintahan yang baik. Hal ini terlihat dalam teks hadits bahwa Amr bin Ash membawa hadiah pertama kali kepada para pendeta dan pejabat istana, sebelum memberikan hadiah lain yang lebih besar pada Najasyi. Amr bin Ash sudah memiliki peta lobi menuju Najasyi, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sudah amat dipahami oleh Amr bin Ash. Siapa yang harus dilobi terlebih dahulu sudah memperlihatkan adanya birokrasi dalam kerajaan tersebut. Raja yang telah berfikir dan memiliki sistem adalah raja memiliki leadership yang baik, yang memiliki tujuan dalam bernegara dan bisa dipastikan negaranya adalah negara yang maju dan sejahtera untuk ukuran masa itu. Dan pasti ada perbedaan besar antara pemimpin karismatik dan cerdas yang hidup di negara yang sejahtera dengan pemimpin karismatik, cerdas namun hidup di negeri yang tandus.. hasilnya adalah Jenghis Khan. Dan Rasulullah memilih para sahabatnya untuk hidup di negeri yang dipimpin oleh raja yang adil dan tidak membiarkan kezhaliman, sosok itu adalah Najasyi. Sebagai studi banding bagi para sahabat bagaimana wujud negara yang dikelola dengan baik.
3. Mobilisasi Isu Kemanusiaan dan Nilai-Nilai Tauhid
Jika kaum muslimin sedang mendapat tekanan seperti di Palestina, Suriah, Irak, Myanmar dll tidak ada yang salah bagi sebagian kaum muslimin yang lain untuk memobilisasi rasa kemanusiaan untuk meringankan atau menghilangkan kesulitan yang ada. Walaupun banyak orang-orang di luar sana yang tidak sepaham dengan kaum muslimin, namun banyak dari mereka masih memiliki rasa kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh negara dan warna kulit. Jika orang-orang di luar Islam masih memiliki rasa kemanusian, apalagi kaum muslimin yang sejatinya masih bersaudara dalam keimanan. Di sisi lain ada suara-suara sumbang yang menganggap pemanfaatan ikatan-ikatan emosional ini sebagai bentuk ketidakdewasaan dalam berpolitik atau bermasyarakat. Mereka biasanya berpendapat bahwa berpolitik dan bermasyarakat harus mengedepankan ide-ide yang genuine yang dapat diterima oleh akal sehat. Pendapat itu benar, tapi harus diingat bahwa kita berpolitik dan bermasyarakat di tengah-tengah manusia, dan bahkan negeri kita sendiri. Manusia adalah makhluk yang berhak untuk berperasaan, bukan hanya untuk berfikir. Jika mereka lebih mendahulukan dan lebih percaya pada orang-orang yang dikenal dekat dan mempunyai pertalian nasab dan suku, saya pikir itu sangat manusiawi. Hanya saja hal-hal tersebut tidak boleh menghilangkan objektivitas dan mengenyampingkan syariat. Menurut saya adalah suatu hal yang positif dan baik-baik saja memanfaatkan faktor-faktor primordial dalam kebaikan, menjadi tercela jika hal tersebut dilakukan untuk hal-hal yang mungkar. Namun satu hal yang jelas, Rasulullah SAW melakukannya.
Wallahu a'lam.
Dari beberapa kitab sirah yang saya baca, pembahasan terkait hijrah ke Habasyah banyak terfokus pada debat antara Ja'far bin Abi Thalib dengan Amr bin Ash di hadapan Najasyi. Suatu debat yang sangat fenomenal dan fundamental yang menunjukkan jati diri, isi kepala dan hati dari masing-masing pihak. Tadinya saya juga berfikir demikian, bahwa poin utama dari hijrah ke Habasyah ini adalah hijrah karena tekanan dan dialog-dialog tersebut, tidak lebih. Namun setelah membaca rangkaian kejadian dan terutama setelah melihat siapa saja sahabat yang ikut serta dalam hijrah ke Habasyah, saya mengambil kesimpulan yang berbeda.
Sebelum kita membahas siapa saja yang Rasulullah SAW suruh hijrah ke Habasyah ada baiknya kita membahas terlebih dahulu mengapa Rasulullah memilih Habasyah sebagai tempat hijrah yang pertama, padahal di sekitar jazirah masih banyak kerajaan2 besar lain, seperti kerajaan himyar di yaman, ghassan, syam dan mesir. Mengapa harus ke Habasyah yang terpisahkan oleh lautan dan sudah berbeda bangsa warna kulit. Kalau cuma mau mencari kerajaan yang beragama nasrani, kerajaan2 yang saya sebutkan di atas adalah kerajaan2 memakai nasrani sebagai agama resmi dan relatif lebih dekat dengan Makkah.
Pilihan Rasulullah SAW terhadap Habasyah sebagai tempat hijrah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Kerajaan Habasyah memiliki sejarah yang menggentarkan penduduk Makkah. Kerajaan tersebut di bawah panglima besarnya, Abrahah, yang menguasai daerah Yaman pernah mencoba menghancurkan Ka'bah sebagai pusat peribadahan orang arab saat itu dengan cara mencabutnya! Bukan dengan palu atau kapak, namun memakai 12 ekor gajah yang didatangkan langsung dari afrika. Walaupun pasukan tersebut hancur lebur oleh burung Ababil, namun meluruk negeri orang dan hendak menghancurkan simbol agungnya, hanya dapat dilakukan oleh orang nekad.
Suatu kejelian yang luar biasa, jika para sahabat sudah mendapat jaminan keamanan di Habasyah, hampir tidak mungkin kafir Quraisy memiliki nyali untuk menyerang Habasyah. Dan perkiraan Rasulullah SAW tepat, alih-alih berani menyerang atau mengancam, yang dilakukan kafir Quraisy adalah mengirimkan duta yang paling tangguh, yaitu Amr bin Ash dengan disertai hantaran berbagai hadiah mewah.
Kedua, Rasulullah SAW sendiri menyebut Najasyi sebagai "Seorang raja yang adil sekali. Di bawah kekuasaannya tidak seorangpun boleh dianiaya." Dua poin itu sudah cukup untuk menjamin keamanan para sahabat di negeri orang. Najasyi ini terkenal keadilannya karena ia orang yang dekat dengan agama dan memiliki objektivitas yang tinggi ketika berhadapan dengan masalah. Hal ini terlihat dari jawaban-jawaban beliau yang tegas dan tidak dapat diintervensi oleh provokasi dari Amr bin Ash. Beliau adalah orang yang mampu melihat esensi dan memperhatikan detail masalah.
Ketiga, Rasulullah SAW melihat kesatuan agama samawi yang dianut oleh raja dan penduduk Habasyah yang pada saat itu memeluk agama nasrani. Isu yang diangkat adalah kita sama-sama memuliakan Isa bin Maryam dan Maryam binti Imran, walaupun ada perbedaan yang besar dalam menempatkan posisi mereka berdua. Bahwa di dalam kitab suci al Qur'an menyebut-nyebut dan memuliakan nabi Isa dan ibunya Maryam, itu adalah fakta yang terbantahkan. Bahkan surat ke-19 dari al Quran adalah surat Maryam. Hal ini menegaskan bahwa umat Islam amat sangat menghargai Nabi Isa as sebagai Nabi Ulul 'Azmi dan Maryam binti Imran sebagai salah satu wanita yang paling utama di muka bumi, dipuji dan disucikan namanya oleh Allah di dalam al Quran. Kita berbeda dengan yahudi yang sampai hari ini yakin nabi Isa adalah anak hasil zina.. Namun kita juga berbeda dengan nasrani yang yakin bahwa Isa as adalah anak tuhan. Kita yakin bahwa Isa as adalah Rasul yang Allah utus kepada Bani Israil, dengan kitabnya Injil dan dengan berbagai mu'jizat yang Allah karuniakan pada Beliau 'alaihis Salaam.
Rasulullah SAW melalui sahabat dan juga sepupunya yaitu Ja'far bin Abi Thalib ra sukses memperoleh simpati dari Najasyi melalui sentimen keagamaan dimanfaatkan untuk mendapat. Hal ini tampaknya terinspirasi dari peristiwa pemboikotan, di mana Rasulullah SAW tertolong oleh perlindungan dari kaumnya karena semangat ashabiyah kesukuan. Pamannya yaitu Abu Thalib mengumpulkan Bani Hasyim untuk melindungi Rasulullah SAW dari usaha pembunuhan kaum kafir Quraisy. Bahkan Abu Thalib menyuruh anak2nya untuk bergilir melindungi Rasulullah SAW. Pemboikotan sendiri berakhir karena adanya rasa kemanusiaan dari para kafir Quraisy, yang bagaimanapun juga masih ada pertalian nasab dengan kaum muslimin dan Bani Hasyim. Selain itu penghentian boikot tersebut juga dikuatkan dengan hancurnya naskah pemboikotan oleh rayap yang dikirim Allah SWT.
Dari ketiga hal di atas ada tiga pelajaran besar yang bisa kita ambil.
1. Negara dan Militer
Rasulullah SAW memilih daerah tujuan hijrah adalah negara yang memiliki kekuatan militer tidak dapat dipandang ringan dan walaupun tidak dapat menyaingi romawi dan persia, namun memiliki sentuhan militer dalam sejarah Makkah. Paduan fakta kekuatan militer dan sejarah memang ampuh menciutkan nyali. Walaupun kekuatan militer amerika diakui di seluruh dunia, namun saya ragu mereka memiliki keberanian untuk meluruk vietnam dan korea utara, dua negara yang membuat amerika kabur pontang-panting. Hijrahnya para sahabat ke negeri Habasyah di masa sekarang mungkin mirip dengan orang yang meminta suaka politik pada negara yang memiliki kekuatan di atas negeri di mana ia tinggal. Di masa sekarang ini negeri yang memiliki kekuatan militer yang kuat tidak disangsikan lagi adalah negara yang memiliki tingkat kedisiplinan dan kesejahteraan yang tinggi, yang sudah mampu beranjak dari pemenuhan kebutuhan primer menuju aktualisasi fungsi sebuah negara.
Jika kita belajar dari sejarah, jelas terlihat bahwa kestabilan politik sebuah negara amat ditentukan oleh kekuatan militer. Apa jadinya sebuah negara yang takut oleh preman? Atau sebuah negara yang tidak bisa membela dirinya saat diserang oleh negara lain? Selama ribuan tahun militer telah memainkan fungsinya sebagai penjaga batas negara dan stabilisator internal negara. Hal ini membuat militer menjadi golongan dan dan bahkan telah menjadi strata tersendiri dalam berbangsa dan bernegara. Dalam agama Hindu sampai sekarang, militer memiliki kasta tersendiri, yaitu Ksatria. Begitu juga raja-raja di eropa memiliki lapisan kelompok sendiri yang disebut Knight, di Jepang mereka dinamakan Samurai. Penggolongan ini bukan semata untuk menunjukkan penghormatan negara dan masyarakat pada profesi ini, namun juga untuk menunjukkan siapa yang sebenarnya dapat berkuasa di suatu negeri.
Hampir seluruh kerajaan di masa lalu dibangun oleh orang-orang yang memiliki kemampuan mengorganisasi militer yang mumpuni. Kita bisa sebut nama Raden Wijaya, Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sultan Hasanuddin, Jenghis Khan, Richard The Lion Heart, Napoleon Bonaparte, Shalahuddin al Ayyubi, Muhammad al Fatih, bahkan Geronimo kepala suku Indian Chiricahua Apache semuanya adalah para pemimpin yang juga panglima perang yang handal. Kemampuan mengorganisasi pasukan apalagi yang jumlahnya mencapai ratusan ribu seperti yang pernah dimiliki oleh Jenghis Khan menunjukkan manajemen dan sistem komando yang luar biasa.
Saya tidak sedang membela pemerintah as Sisi di Mesir, namun dengan kekuatan senjata apa saja menjadi mungkin. Kita boleh tidak senang dengan tindakan yahudi, amerika dan para sekutunya terhadap negeri-negeri Islam, namun itu semakin menguatkan teori, siapa yang layak memimpin. Niccolo Machiavelli pernah berkata, "Hanya nabi yang bersenjata yang bisa berkuasa." Dan sejarahpun membuktikan bahwa dari 25 Nabi yang wajib kita imani, hanya 3 orang yang bisa memimpin negara, yaitu Nabi Dawud, Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad SAW. Apa ciri yang menyamakan mereka selain mereka sama-sama menerima wahyu Allah SWT? Mereka punya kekuatan militer.
Ketika sebuah negara memiliki kekuatan militer, negara lain sungkan untuk berbuat sembarangan pada negara tersebut. Apa yang bisa dilakukan Khomeini saat menjatuhkan hukuman mati pada Salman Rusydi sang penulis ayat-ayat setan yang mencari suaka politik ke Inggris? Gak bisa apa-apa dan gak bisa ngapa2in. Paling jauh ngomong doang. Padahal Iran mempunyai kekuatan militer yang cukup kuat di Timur Tengah, memiliki Garda Republik yang terkenal gagah berani, bahkan Sang Presiden Mahmud Ahmadinejad konon kabarnya juga mantan Garda Republik. Sebaliknya yahudi bisa petantang petenteng di Timur Tengah karena mempecundangi berbagai negara Arab khususnya di perang 1948, 1967 dan 1973.
Ketika sebuah negara kuat maka ia menjadi tempat orang lain berlindung dan ketika negara lemah maka ia akan mudah dikendalikan oleh negara-negara yang kuat. Kita lihat kenyataan bagaimana seorang yahudi ghilat shalit yang ditawan bertahun-tahun oleh Hamas, ditukar dengan sekian ratus atau ribu tahanan Palestina. Di sini kita tidak melihat berhasil atau tidaknya tekanan Hamas pada yahudi, namun satu hal yang jelas yahudi berhasil memposisikan dirinya lebih tinggi dibanding rakyat Palestina. Baru-baru ini saja tentu kita heran dengan sebab agresi yahudi ke Gaza yang "hanya" berasal dari pembunuhan 4 orang remaja yahudi (dan ini pun tidak bisa dibuktikan oleh yahudi). 2000 orang lebih saudara-saudara kita di Gaza meninggal dunia dan 10.000 terluka belum lagi infrastruktur yang hancur luluh akibat agresi tersebut. Penyebabnya apa? Pembunuhan 4 orang remaja yahudi..
2. Negara dan Pemimpin
Pertimbangan Rasulullah SAW mengapa negeri Habasyah menjadi tujuan hijrah bukan saja karena kekuatan militernya namun juga siapa pemimpinnya. Rasulullah SAW sendiri mengatakan, "Seorang raja yang adil sekali. Di bawah kekuasaannya, tidak seorang pun boleh dianiaya." Negara kerajaan adalah negara yang sangat tergantung pada karakter rajanya. Raja zhalim maka hasilnya seperti Fir'aun di masa Nabi Musa as, atau seperti Namrud di masa Nabi Ibrahim as. Raja adil bisa seperti Nabi Dawud as dan Nabi Sulaiman as. Pada saat itu Habasyah dipimpin Najasyi yang sangat adil, dan karena agama resmi di negeri itu adalah nasrani dapat dipastikan pula bahwa Najasyi adalah seorang yang taat beragama, berilmu dalam agamanya dan juga.. cerdas. Hal ini terlihat dalam dialog dengan Ja'far bin Abi Thalib ra di mana beliau bisa dengan objektif menilai bahwa agama nasrani dan Islam berasal dari pancaran cahaya yang sama dan perbedaannya hanya sebesar lidi.
Walaupun tidak ada data yang jelas, tampaknya Najasyi selain pemimpin yang karismatik dan cerdas, beliau sudah memiliki birokrasi dan tata pemerintahan yang baik. Hal ini terlihat dalam teks hadits bahwa Amr bin Ash membawa hadiah pertama kali kepada para pendeta dan pejabat istana, sebelum memberikan hadiah lain yang lebih besar pada Najasyi. Amr bin Ash sudah memiliki peta lobi menuju Najasyi, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sudah amat dipahami oleh Amr bin Ash. Siapa yang harus dilobi terlebih dahulu sudah memperlihatkan adanya birokrasi dalam kerajaan tersebut. Raja yang telah berfikir dan memiliki sistem adalah raja memiliki leadership yang baik, yang memiliki tujuan dalam bernegara dan bisa dipastikan negaranya adalah negara yang maju dan sejahtera untuk ukuran masa itu. Dan pasti ada perbedaan besar antara pemimpin karismatik dan cerdas yang hidup di negara yang sejahtera dengan pemimpin karismatik, cerdas namun hidup di negeri yang tandus.. hasilnya adalah Jenghis Khan. Dan Rasulullah memilih para sahabatnya untuk hidup di negeri yang dipimpin oleh raja yang adil dan tidak membiarkan kezhaliman, sosok itu adalah Najasyi. Sebagai studi banding bagi para sahabat bagaimana wujud negara yang dikelola dengan baik.
3. Mobilisasi Isu Kemanusiaan dan Nilai-Nilai Tauhid
Jika kaum muslimin sedang mendapat tekanan seperti di Palestina, Suriah, Irak, Myanmar dll tidak ada yang salah bagi sebagian kaum muslimin yang lain untuk memobilisasi rasa kemanusiaan untuk meringankan atau menghilangkan kesulitan yang ada. Walaupun banyak orang-orang di luar sana yang tidak sepaham dengan kaum muslimin, namun banyak dari mereka masih memiliki rasa kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh negara dan warna kulit. Jika orang-orang di luar Islam masih memiliki rasa kemanusian, apalagi kaum muslimin yang sejatinya masih bersaudara dalam keimanan. Di sisi lain ada suara-suara sumbang yang menganggap pemanfaatan ikatan-ikatan emosional ini sebagai bentuk ketidakdewasaan dalam berpolitik atau bermasyarakat. Mereka biasanya berpendapat bahwa berpolitik dan bermasyarakat harus mengedepankan ide-ide yang genuine yang dapat diterima oleh akal sehat. Pendapat itu benar, tapi harus diingat bahwa kita berpolitik dan bermasyarakat di tengah-tengah manusia, dan bahkan negeri kita sendiri. Manusia adalah makhluk yang berhak untuk berperasaan, bukan hanya untuk berfikir. Jika mereka lebih mendahulukan dan lebih percaya pada orang-orang yang dikenal dekat dan mempunyai pertalian nasab dan suku, saya pikir itu sangat manusiawi. Hanya saja hal-hal tersebut tidak boleh menghilangkan objektivitas dan mengenyampingkan syariat. Menurut saya adalah suatu hal yang positif dan baik-baik saja memanfaatkan faktor-faktor primordial dalam kebaikan, menjadi tercela jika hal tersebut dilakukan untuk hal-hal yang mungkar. Namun satu hal yang jelas, Rasulullah SAW melakukannya.
Wallahu a'lam.
Banyak yang merasa kagum dengan performance para bintang
kungfu di dunia entertainment. Apakah kungfu hanya gerakan indah, lentur dan
bertenaga seperti yang kita saksikan di film? Temukan Jawabannya di artikel
berikut:
Dapatkan informasi seputar beladiri di sini
Terima kasih telah membaca artikel tentang SIRAH - PELAJARAN DARI HIJRAH KE HABASYAH: PEMILIHAN DAERAH TUJUAN HIJRAH di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.