Kondisi, kejadian, fenomena atau ujian di luar kita tidaklah penting, yang penting adalah respon kita terhadapnya, baik berupa pikiran, perkataan maupun tindakan.
Kita tidak dapat memilih sesuatu yang terjadi di luar diri kita, tapi kita
bisa pilih respon apa yang kita ambil saat kejadian itu menimpa diri
kita. Allah SWT menilai kita dari pilihan yang kita ambil. Pahala dan dosa
dituliskan saat kita memilih, bukan saat kejadian tersebut menimpa
kita.
Kita sendiri pun akhirnya mampu menilai diri kita sendiri dengan pilihan yang kita ambil sebagai barometer kualitas diri kita. Hakekatnya saat kita
mengambil pilihan, akan muncul kondisi, kejadian, fenomena dan ujian
berikutnya sebagai konsekuensi pilihan kita, saat itu pula ujian yang baru
muncul dan saat itu pula kita membuat pilihan baru dan saat itu juga
Allah SWT membuat penilaian baru.
Sebagaimana Allah SWT berkata dalam surat al Mulk ayat 1 "..linablukum
ayyukum ahsanu amala" (utk menguji kalian siapa yang terbaik amalnya).
Hidup ini adalah akumulasi pilihan2 hidup kita yang dengannya kita sendiri
secara sadar membuatnya (oleh sebab itu maka syarat taklif yang bertama adalah aqil
dan baligh) dan Allah yang menghisabnya. Ayat ke-10 surat al Mulk
menggambarkan bagaiman kesudahan orang2 yang membuat pilihan yang salah dalam
hidupnya akan berkata di dalam neraka, "Lau kunaa nasma'u au na'qiluu
maa kunnaa fii ashhaabis sa'iir" (jika dulu kami mendengar dan berakal,
tidaklah kami di dalam neraka sa'ir ini)."
Kita tidak bisa kontrol hal di luar kita, bisa sesuai harapan, bisa di
bawah atau di atasnya. Kita hanya bisa merencanakan dan beramal,
hasilnya (yang pada hakikatnya adalah ujian baru utk kita) Allah yang tentukan.
Hakikatnya Allah tidak ditanya apa yang diperbuatNya karena Dialah Sang
Pencipta, tapi kita lah yang ditanya akan pilihan yang kita buat.
Dari sudut pandang inilah akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
menanyakan taqdir Allah adalah perbuatan yang sia2, karena segala yang terjadi
di alam ini adalah kehendakNya untuk membuktikan pada hambaNya seberapa
layak kita memasuki surgaNya dengan pilihan2 yang kita buat.
Jika pilihan2 hidup yang kita buat adalah pilihan yang tepat, maka di titik
inilah akhirnya Rasullah SAW merasa ajib/heran terhadap urusannya kaum
yang beriman yang selalu baik hasilnya, "Jika dapat kesenangan bersyukur dan
jika dapat mushibah bersabar." Tentunya hadits di atas sudah sangat
terkenal.
Akhirnya seperti pepatah minang, "Hidup Berakal, Mati Beriman." Semoga
kita diberi kesadaran, kelapangan, ilmu dan keikhlasan dalam membuat
pilihan2 kita hari ini. Yang benar datang dari Allah SWT yang salah datang dari
saya yang banyak kekurangan terutama kurang ilmu dan iman.
Sambil menunggu hujan reda..
Wallahu a'lam
Di zaman yang serba instant dan banyak kejahatan di jalanan
seperti saat ini, banyak orang mendambakan kemampuan beladiri praktis. Bisa
beladiri dalam waktu pembelajaran yang relatif singkat namun mememiliki teknik
yang mumpuni. Pertanyaannya, apakah beladiri praktis itu pernah ada dan dikenal
oleh para praktisi beladiri? Temukan jawabannya di artikel berikut:
Dapatkan informasi seputar beladiri di sini
Terima kasih telah membaca artikel tentang HIDUP BERAKAL, MATI BERIMAN di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.
1 comments :
Assalaamu'alaikum..
BalasAkhi fillah, terjemahan "..untuk menguji kalian siapa yang terbaik amalnya..", ada pada ayat ke-2 Surat Al-Mulk (10), dengan pelafalan latin "..liyabluwakum ayyukum ahsanu 'amala.."
Pesan yang menyentuh hati.. Syukron, akhi fillah..