Pertama-tama dalam suasana Idul Fithri ini izinkan saya mengucapkan taqabballahu minna wa minkum, semoga Allah SWT menerima amal kami dan kalian semua. Hal kedua adalah semoga harapan Allah pada kita selama menjalankan ibadah shaum di bulan ramadhan ini tercapai, yaitu "la'allakum tattaqun" semoga kalian semua bertaqwa. Hal yang menarik adalah perintah shaum ditujukan pada orang-orang yang beriman dengan tujuan supaya mereka bertaqwa. Pertanyaannya adalah apakah ada orang beriman yang tidak bertaqwa atau sebaliknya apakah ada orang yang bertaqwa tapi tidak beriman. Saya tidak bermaksud memberikan jawaban, hanya mengajak agar kita mampu menarik kesimpulan.
Setiap orang pasti tahu yang namanya percaya, yakin, niat bersinggasana di hati. Tidak ada seorang yang bisa melihat bentuk iman, yakin dan niat. Mengapa kajian ini menjadi ada? Karena tiap manusia yang bersosialisasi dengan manusia lainnya pasti dapat merasakaan akibat dari berhubungan dengan manusia lain, bisa berupa manfaat dan mudharat atau bisa juga ada keduanya dengan proporsi yang berbeda-beda sesuai sistem nilai yang kita miliki.
Manusia dapat menilai apa yang terjadi di sekelilingnya karena sadar bahwa dia sendiri melakukan sesuatu pasti karena ada maksudnya. Hampir tidak mungkin manusia melakukan sesuatu tanpa maksud, karena kucing saja mengejar tikus karena lapar dan mau makan. Hanya saja ketika manusia suatu perbuatan pasti menuai respon dari manusia lain (kecuali dia tinggal sendiri di hutan) walaupun respon itu adalah tidak memberi respon sama sekali.
Saya banyak belajar pada buku-buku yang ditulis Bung Ade Rai, hal yang masih saya ingat adalah bagaimana supaya orang mau hidup sehat. Seluruhnya kembali pada 4 hal ini: motivasi informasi, aksi, destinasi. Hal yang menjadi motivasi untuk hidup sehat adalah sakit dan penampilan. Orang yang hidup tidak sehat biasanya penyakitan dan berpenampilan tidak menarik. Banyak yang yakin hidup dengan penyakit (apalagi sakit parah) sama saja meletakkan satu kaki di liang kubur, minimal ngerepotin dan bikin khawatir orang lain. Sedangkan penampilan yang tidak menarik akan menyebabkan lawan jenis menjauh. Agar upaya hidup sehat dijalani dengan baik dan benar, efisien dan efektif, maka diperlukan ilmu pengetahuan. Sesuatu yang amat mudah kita akses dengan teknologi informasi saat ini. Motivasi ada, ilmu memadai maka tahap berikut bisa ditapaki, yaitu beramal untuk mencapai destinasi yang diharapkan. Sederhana, namun mengungkap banyak hal...
Dari pengertian ini kita menjadi mudah memetakan mengapa seseorang melakukan hal ini? Apa yang mendorongnya, dari mana ilmunya dan apa tujuan akhirnya. Ini juga ilmu polisi dalam melakukan penyidikan kasus kriminal.. Kita sampai pada satu kesimpulan bahwa motivasi seseorang melakukan sesuatu adalah sesuatu yang abstrak yang ada di dalam hati dan pikiran, begitu juga tujuannya. Semua itu baru terlihat saat aksi sudah dijalankan. Saat kepercayaan menjadi kenyataan, itulah saat mata semua orang terbuka. Allah Yang Maha Mengetahui tidak membutuhkan bukti, karena Ia sudah tahu sebelum segalanya terjadi. Yang Allah kehendaki agar kita semua mengerti bahwa manusialah yang membutuhkan bukti. Fakta yang kemudian menjadi landasan bagi manusia lain untuk bersikap dan bertindak terhadap manusia lain sesuai kepentingannya.
Kejadiannya satu tapi banyak respon. Ketika ada mayat tergeletak di pinggir jalan, apa kira-kira tindakan orang lain? Tergantung kepentingannya. Pengguna jalan lain pasti tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk menonton. Wartawan pasti tergesa ke lokasi untuk meliput berita. Kalau yang meninggal orang terkenal pasti pengamat sudah hadir di stasiun televisi untuk memberi komentar. Dokter sudah menyiapkan meja operasi untuk mencari sebab kematian. Jika ada unsur pidana maka polisi akan segera mengadakan investigasi dan penangkapan. Kalau pelaku tertangkap jaksa akan membuat tuntutan. Pengacara yang membela. Hakim yang memutuskan. Keluarga pasti sibuk mengurus pemakaman jenazah. Jama'ah masjid menshalati dan mengantar ke liang kubur, Setelah sebelumnya tukang gali kubur melakukan tugasnya. Akhirnya pak ustadz berdoa dan memberi nasehat.
Kita dapat lihat bahwa satu kejadian tidak sesederhana yang kita bayangkan. Ada banyak sekali pihak terkait akibat perbuatan kita. Ada banyak sekali ilmu yang tertumpah untuk menyelesaikan satu masalah. Ada banyak aksi lanjutan dari yang berkepentingan. Dan yang jelas masing-masing akan mendapatkan tujuannya sesuai motivasinya.
Berbicara iman dan taqwa tidak pernah sederhana, karena ia mencakup 4 hal di atas. Dimensi iman adalah masalah motivasi dan tujuan. Sedangkan taqwa ada pada ilmu dan amal. Apakah iman dan taqwa menjadi 2 hal yang harus didikotomikan? Jika ada yang berpikiran begitu bisakah kita pisahkan jasad kasar dan ruh ini tanpa melalui proses kematian? Seruan al Quran pada orang-orang yang beriman pasti digandengkan dengan amal atau perilaku tertentu. Dan jika sudah berbicara amal atau perilaku tertentu, maka itu adalah taqwa. Sebagaimana yang kita ketahui definisi taqwa adalah mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan. Iman belum memiliki bentuk, sedangkan taqwa memiliki rupa yang bisa diidentifikasi oleh makhluk yang lain.
Oleh sebab itu maka taqwa dikatakan sebagai pakaian.
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Hal itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (al-A’raf: 26)
Ayat ini menjelaskan bahwa fungsi dasar pakaian adalah menutup aurat dan perhiasan. Selain itu di ayat yang lain dijelaskan:
وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُم بَأْسَكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ يُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تُسْلِمُونَ
“Dan Dia jadikan bagimu pakaian yang melindungimu dari panas dan pakaian yang melindungi kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri.” (an-Nahl: 81)
Fungsi lain dari pakaian yaitu perlindungan dari cuaca yang buruk (panas) dan kondisi ekstrem (perang). Namun di luar itu semua al Quran memakai isim isyarat (dzalika) untuk menunjukkan bahwa pakaian yang terbaik adalah taqwa. Pakaian yang dapat dapat dilihat dan dinilai oleh orang lain dan dapat dimonitor oleh diri kita sendiri untuk bahan introspeksi dan perbaikan.
Berikut beberapa nukilan pendapat salaf terhadap pakaian taqwa:
Al – Allamah as – Sa ’ di rahimahullah menerangkan, “dan pakaian ketakwaan itu lebih baik” daripada pakaian jasmani. Sebab, pakaian ketakwaan akan selalu dikenakan oleh seorang hamba, tidak lusuh dan hancur, sehingga semakin memperindah hati dan ruhnya. Adapun pakaian tubuh, paling bermanfaat tatkala digunakan untuk menutupi aurat yang tampak pada waktu tertentu atau menjadi sebuah perhiasan bagi manusia. Tidak ada lagi manfaat selain itu. Itu pun jika seseorang tidak memiliki pakaian dan auratnya tersingkap. Itu tidak memudaratkan baginya jika tersingkap ketika dalam keadaan terpaksa. Adapun seseorang yang tidak memiliki pakaian ketakwaan, aurat batinnya yang akan tersingkap sehingga ia mendapatkan kehinaan dan keburukan.” (Taisir al- Karim ar-Rahman hlm. 539)
Ada beberapa riwayat dari ulama salaf tentang makna pakaian ketakwaan di dalam ayat ini. Ibnul Anbari rahimahullah berkata, “Pakaian takwa adalah rasa malu.” Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuberkata, “Yang dimaksud adalah amalan saleh.” Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Rupa yang baik pada wajah.” Ada pula yang berkata, “Apa yang diajarkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dan menjadi hidayah-Nya.” Urwah bin Zubair rahimahullah berkata, “Yang dimaksud adalah rasa takut kepada Allah Subhanahu wata’ala.” Abdurrahman bin Zaid bin Aslam rahimahullah berkata, “Ia bertakwa kepada Allah Subhanahu wata’ala lalu menutup auratnya, itulah pakaian ketakwaan.” Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Semua pendapat ini berdekatan maknanya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/279)
Asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Ini bisa diterapkan kepada setiap yang mengandung nilai takwa kepada Allah Subhanahu wata’ala, sehingga termasuk di dalamnya semua pendapat yang disebutkan.” (Fathul Qadir, 2/277)
Dan perlu kita ingat dengan pakaian itulah Allah SWT menilai dan menghisab diri kita di akhirat. Siapa yang ingin memperbagus pakaiannya di dunia dengan ketaatan dan menjauhi larangan? Siapa yang ingin menemukan dirinya dan orang-orang yang dicintainya di dalam surgaNya kelak? Apakah kita? Semoga.
Dalil saya ambil dari link: http://asysyariah.com/tafsir-takwa-pakaian-terbaik/
Terima kasih telah membaca artikel tentang PAKAIAN TAQWA di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.