Jangan mengharapkan berkonflik dengan saudara seperjuangan tapi juga jangan tidak siap berkonflik jika memang itu tidak bisa dihindari. Semua dalil menghindari konflik atau bertenang dalam masalah FH sudah dikeluarkan, tapi kita perlu berkaca pada fakta sejarah bahwa Ali bin Abi Thalib berkonflik dengan Ummul Mu'minin Aisyah binti Abi Bakar dalam perang Jamal dan Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abi Sufyan dalam perang Shiffin tidak bisa dinafikan.
Mereka yang berkonflik adalah sebaik- baik manusia setelah Rasulullah dan para nabi yang lain, Aisyah adalah isteri tercinta Rasulullah, Ali adalah menantu Beliau SAW dan Mu'awiyah adalah ipar beliau. Baik Ali dan Muawiyah masing-masing memiliki gelar. Ali diberi gelar Abu Turab oleh Rasulullah SAW, karena ketika ada masalah dengan isterinya, Fatimah beliau pergi ke masjid dan saat ditemui Rasulullah SAW, Ali sedang berbaring di tanah lantai masjid. Ali pula diberi gelar oleh kaum mu'minin dengan gelar Amirul Mu'minin (pemimpin orang2 yang beriman) karena beliau salah satu dari 4 khulafaur rasyidin yang terkenal. Sedangkan Muawiyah sebagian ulama memberinya gelar sebagai Khaalul Mu'minin (paman kaum muslimin) karena saudari beliau, yaitu Ummu Habibah Ramlah binti Abi Sufyan adalah salah satu dari isteri Rasulullah SAW. Selain itu Muawiyah juga diberi gelar Kaatibul Wahyi (penulis wahyu). Beliau juga amirul mu'minin pendiri dinasti Umawi, penggagas sistem kerajaan dan raja pertama dalam sejarah Islam.
Belum lagi ditambah dengan para sahabat senior lain yang terlibat dalam perang Jamal, seperti Zubair bin Awwam anak Shafiyah binti Abdul Mutthalib bibi Rasulullah SAW, menantu Abu Bakar ash Shiddiq dan otomatis ipar Aisyah karena beliau menikahi Asma' binti Abi Bakar yang terkenal perannya dalam peristiwa hijrah ke madinah, ayah dari Abdullah bin Zubair penguasa Makkah. Beliau dan juga Thalhah bin Ubaidillah adalah 2 dari 10 orang yang dijamin masuk surga.
Mereka yang terlibat konflik adalah para sahabat besar yang banyak kontribusinya dalam dakwah Islam. Konflik di antara mereka bukanlah konflik kata-kata atau perang mulut saja, namun konflik bersenjata dan menumpahkan darah sesama kaum muslimin. Walaupun ada kajian sejarah tentang keterlibatan yahudi, khawarij, syiah dan munafik dalam konflik tersebut, fakta sejarah telah menuliskan pertumpahan darah di antara mereka. Walaupun demikian kita tetap mengambil agama dari mereka. Al Qur'an dan as Sunnah sampai kepada kita hari ini karena kerja keras dan pengorbanan mereka.
Konflik antar mereka tidak menurunkan keutamaan mereka di mata umat sampai hari ini. Dan kitapun sampai hari sepakat bahwa agama Islam ini kita ambil dari mereka. Kita mempercayai mereka sampai kapan pun walaupun mereka memiliki sedikit noktah hitam dalam sejarah. Sejarahnya diakui dan kita mengambil pelajaran besar darinya.
Di antara pelajaran yang kita ambil adalah walaupun memang berjama'ah dalam damai adalah suatu nikmat dan keutamaan yang besar, namun kita harus siap dengan berbagai potensi konflik internal. Hal ini karena bukan saja musuh dakwah yang tidak pernah absen dalam memodifikasi serangan dan gangguan2 pada dakwah, juga selalu ada kepentingan personal dan kelompok yang dibela dan didahulukan. Ali, Zubair, Thalhah jauh-jauh hari sebelum mereka berjumpa di medan perang sudah pernah diberi informasi nubuwah oleh Rasulullah SAW bahwa suatu hari mereka bakal berhadapan di medan perang sebagai musuh. Walau secara personal saat itu mereka pikir hal itu "sulit dibayangkan" namun takdir Allah perjumpaan itu memang harus terjadi.
Dalam kasus FH saya berpendapat jika kita sudah berani berjama'ah dan menjadi suatu partai, berarti kita sudah menyiapkan diri untuk berkonflik dengan teman sejalan dan seperjuangan. Sebagaimana para sahabat sudah merasakan bagaimana nikmatnya berjama'ah di bawah Rasulullah SAW dan di bawah pimpinan Abu Bakar dan Umar, maka mereka juga merasakan bagaimana pahitnya berkonflik dengan saudara sendiri. Generasi yang jauh lebih baik dari kita dan bahkan termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga saja tidak dapat terhindar dari fitnah itu, apalagi kita sekarang yang jauh dari dijamin surga.
Akhirnya kita hanya dapat menjalani apa yang seharusnya dialami oleh berbagai peradaban besar, yaitu konflik, baik eksternal maupun internal. Tatap sebagai suatu kewajaran, jika kita mampu mengambil bagian, ambil posisi yang jelas seperti para sahabat yang dulu juga berposisi dalam dukungan. Ali dan Muawiyah masing-masing memiliki pendukung dan yang mendukung mereka adalah para sahabat juga. Jika tidak mampu, cukup ambil pelajaran dan sabar dalam hal2 yang kita mampu.
Wallahu a'lam
Apa yang harus anda lakukan ketika bertarung adalah suatu
hal yang tidak bisa dihindari lagi? Temukan jawabannya di link berikut
Dapatkan informasi seputar beladiri di sini
Terima kasih telah membaca artikel tentang Kesiapan Berkonflik dengan Sesama Saudara di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.