Broadcast menjelang bulan Rajab: ''Bagi yg mengerjakan
puasa 2 hari di awal Rajab seakan Ibadah 2 thn (rabu,kamis ),Bagi yang
mengerjakan Puasa dari hr rabu, Kamis,& Jum'at berturut2 dibln Rajab maka pahalanya Ibadah
700 thn dan Bagi yg mengingatkn org lain ttg ini seakan Ibadah 80 thn''. Apa yg
ada di kepala anda tentu sama dgn saya. Lbh baik nyebarin berita dari pada
puasa. Modal copas sama dgn ibadah 80 tahun. Atau kurang lebih setara dengan ibadah di malam Lailatul Qadar yang begitu
didamba oleh para shaimin di bulan Ramadhan. Untuk mendapatkan keutamaan malam
itu, kita harus beribadah semalam suntuk. Bandingkan dengan hanya menyebarkan
berita di atas, modal copas doang dapat keutamaan ibadah 80 tahun atau 960
bulan beda 40 bulan dengan Lailatul Qadar yang harus beribadah semalam suntuk. Bagi
yg familiar dgn ilmu hadits, dlm hitungan detik dpt mendeteksi bahwa ini adalah
ciri2 khas hadits hadits dhaif (lemah), bahkan hadits maudhu' (palsu) alias
hadits karangan bebas entah siapa.
Masalah apakah boleh berhujjah terkait keutamaan suatu
dgn hadits dhaif padahal masih banyak hadits shahih dan hasan adalah topik yang
telah lama diperbincangkan, namun sepertinya para ulama jg sepakat utk tidak
memakai hadits maudhu' bahkan sekalipun utk keutamaan amal. Sesuai dengan
hadits yang diriwayatkan dari Al Mughirah, ia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ
مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama
dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara
sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” (HR.
Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 4).
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah tidak
boleh berpuasa sunnah di bulan Rajab? Pertanyaan ini biasa muncul dari
orang2 yang merasa terusik karena pemahaman yg selama ini mrk pegang digoyang.
Harus bisa dibedakan suatu amal itu memiliki keutamaan yg secara generik
dijamin oleh syariat dan di sisi lain keutamaan hasil karangan bebas entah
siapa.
Saya beri contoh, tentang keutamaan membersihkan
halaman dari daun2 kering, yaitu halaman menjadi bersih dan terlihat enak dipandang.
Bandingkan jika saya memberikan keutamaan lain: setiap lembar daun yang
disapu dan diserahkan ke dinas kebersihan pemda akan diberikan reward Rp
1.000,-. Jika anda mau mempercayai info ini silahkan saja, tapi ketikan anda
membawa 10 lembar daun ke kelurahan utk ditukar dengan uang Rp 10.000,- tentu
anda akan dianggap orang gila. Kalau anda datang ke kelurahan dan menemui
petugas di sana, hal pertama yang ditanyakan petugas pasti, "Anda dengar
info ini dari siapa?" Anda tidak dapat bilang ke petugas, "Ini kan
maksudnya baik pak, supaya orang2 aktif membersihkan sampah."
Yang jelas telah terjadi pencatutan nama pemda, dan
pemda tidak terima atas pencatutan tersebut. Jika kemudian pemda meminta polisi
utk mengusut siapa biang keladi dari info palsu ini, tentu bukan suatu hal yang
aneh. Jika pencatut itu tertangkap pasti ada delik hukum yang jelas supaya hal
ini tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Jika omongan orang saja bisa
ada delik hukumnya, apalagi jika yang dipalsukan adalah perkataan Allah dan
Rasulullah SAW, kira2 apa hukuman yang layak bagi org tsb? Hadits di atas sudah
menerangkannya dengan jelas.
Jadi tidak ada yang salah dengan
berpuasa di bulan Rajab, yang bermasalah adalah keyakinan bahwa berpuasa di
bulan Rajab memiliki keutamaan2 di luar dalil yang dapat diterima dan keyakinan
bahwa hal tersebut berasal dari Allah dan Rasulullah SAW.
Di antara keutamaan yang paling umum
terkait berpuasa di bulan Rajab adalah puasa senin-kamis, puasa ayyamul bidh
(hari2 putih atau tanggal 13,14,15), puasa Nabi Daud as (puasa sehari, berbuka
sehari), yang mana keutamaan2 berpuasa seperti di atas sudah merupakan
pemahaman umum kaum muslimin selama ini. Letak keutamaan dari bulan Rajab,
karena bulan Rajab termasuk 4 bulan haram yang terpisah. Bulan haram lainnya
terjadi secara berurutan, yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Keutamaan
bulan haram ini disebutkan Allah SWT dalam
firman-Nya :
“Sesungguhnya
bilangan bulan disisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri
kalian di dalamnya.” (QS. At Taubah: 36).
Sedangkan bulan haram sendiri dijelaskan dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari (3197) dan Imam Muslim (1679), dari Abu
Bakrah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi SAW bahwa
beliau sedang berkhutbah di hadapan manusia, pada hari raya Idul Adha, saat
haji Wada’. Diantara yang beliau sabdakan adalah:
“Sesungguhnya zaman ini telah berputar sebagaimana
keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, yang mana satu tahun itu
ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram.
Tiga bulan yang (letaknya) berurutan,
yaitu Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab, (yaitu)
bulan yang dikenal oleh (suku) Mudhar yang berada diantara bulan Jumada (Akhir)
dan bulan Sya’ban.”
Tentang keutamaan bulan haram ini, Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu menafsirkan ayat di atas:
“(Janganlah
kalian menganiaya diri kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah
mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah pun mengagungkan
kemuliaannya. Allah juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya
lebih besar. Demikian pula, Allah pun menjadikan amalan shalih dan ganjaran
yang didapatkan didalamnya lebih besar pula” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/26).
Tapi seberapa besar pahala yang didapat
dari berbuat baik di bulan2 tersebut secara umum tidak ada yang tahu, kecuali
yang telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW dalam hadits2 shahih terkait
keutamaan berpuasa Dzulhijjah dan Muharram. Puasa atau amalan lain di luar 2
bulan haram tersebut (Rajab dan Dzulqa’dah) jika merujuk dari tafsir Ibnu Abbas
ra. tentu ada keutamaannya secara khusus, namun tidak ada berita yang shahih
terkait keutamaan yang bersifat khusus tersebut.
Jadi sekali lagi tidak ada masalah
dengan melipatgandakan amalan di bulan-bulan haram, khususnya Rajab ini, namun
harus diingat beberapa konsiderasi terkait. Terkait berpuasa di bulan Rajab, saya
mendapat pencerahan setelah membaca artikel terkait puasa Rajab hasil karya
Buya Yahya, ternyata yang dipermasalahkan para ulama adalah tentang berpuasa
penuh di bulan Rajab, di sini terjadi perbedaan pendapat. Seluruh madzhab,
kecuali madzhab Hanabilah memandang sunnah berpuasa penuh di bulan Rajab,
sedangkan madzhab Hanabilah sendiri memandang makruh, kecuali: ada satu hari
yang bolong tidak berpuasa, agar membedakannya dengan puasa Ramadhan, atau
berpuasa sebelum dan sesudah bulan Rajab.
Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Al-Mughni juz 3 hal. 53 : , , “Fasal :
Dan dimakruhkan mengkhususkan Rojab dengan puasa, Imam Ahmad berkata “Apabila seseorang
berpuasa bulan Rojab maka berbukalah sehari atau beberapa hari sekiranya ia
tidak puasa sebulan penuh, Imam Ahmad berkata “Barangsiapa terbiasa puasa
setahun maka boleh berpuasa sebulan penuh kalau tidak biasa puasa setahun
janganlah berpuasa terus-menerus dan jika ingin puasa rojab sebulan penuh
hendaknya ia berbuka di bulan Rojab (biarpun sehari) agar tidak menyerupai
Ramadhan”.
Jadi apa yang diperselisihkan oleh para ulama tentang puasa di bulan
Rajab, bukan lah tentang “puasa 2 hari di awal Rajab seakan Ibadah 2 thn” tapi
tentang mengerjakan puasa penuh di bulan Rajab yang itupun tidak diterangkan
secara khusus tentang keutamaannya.
Semoga bermanfaat.
Terima kasih telah membaca artikel tentang PUASA RAJAB di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.