Beberapa hari ini saya terlibat diskusi dengan teman-teman di sosial media terkait mengucapkan selamat natal. Persoalan ini pasti ramai dibicarakan jika sudah mendekati tanggal 25 desember. Dan saya bersyukur permasalahan ini selalu berulang karena menjadi pencerahan untuk yang belum mengerti persoalannya, menjadi pengingat untuk yang sdh mengerti dan menjadi bahan diskusi yang hangat antar kawan-kawan sehingga terjalin persaudaraan yang lebih erat dan penuh pengertian. Jadi jangan ada yang mengeluh kenapa persoalan mengucapkan natal selalu menjadi masalah setiap tahun, karena ternyata banyak kebaikannya. Saya analogikan dengan adzan yang berkumandang 5 kali sehari bukan karena tidak ada lagi yang shalat, tapi hanya sekadar mengingatkan. Tentunya kita juga tahu keutamaan orang yang adzan, walaupun menurut sebagian orang adzan sudah tidak perlu, karena ada berbagai perangkat digital yang dapat menggantikan fungsinya.
Saya walaupun secara praktek tidak mengucapkan selamat natal, namun saya sangat memahami alasan yang membolehkan. Secara garis besar ada 2 sudut pandang yang berbeda kenapa ada golongan yang melarang dan ada golongan yang membolehkan mengucapkan selamat natal. Golongan yang melarang melihat dari sisi aqidah (keyakinan) dan golongan yang membolehkan melihat dari sisi muamalah.
Dari sisi aqidah, mengucapkan selamat sama dgn pengakuan atas kebenaran ajaran yang kita yakini sesat. Belum lagi kenyataan bhw tidak semua sekte nasrani mengakui bahwa tgl 25 desember adalah hari kelahiran yesus, sekte advent dan mormon adalah sekte yang menyakini bahwa perayaan natal adalah bid'ah. Jadi apa yang diselamatin jika yang dijadikan objek selamat adalah lahirnya "anak tuhan" yang berarti mengakui kesyirikan dan lebih parahnya lagi ternyata yang diselamatin juga tidak jelas tanggal lahirnya. Begitulah kira-kira logika yang terbangun di golongan aqidah.
Dari sisi muamalah, prinsipnya selama tidak dilarang maka boleh dikerjakan. Rasulullah tidak melarang secara tegas mengucapkan selamat hari raya pada umat di luar Islam. Yang dilarang adalah kita mengikuti ritual keagamaan umat lain. Itu pula yang kemudian menjadi asbabun nuzul surat al kafirun. Karena tidak ada larangan maka prinsipnya boleh, sekali lagi hanya boleh, tidak menjadi sunnah atau dianjurkan, apalagi wajib. Pertimbangan utama adalah maslahat. Apa ukuran sesuatu itu maslahat atau mudharat? Sangat tergantung dari sisi mana seorang melihat, tergantung juga kapasitas keilmuan dan kehati2an serta situasi dan kondisi yang ada saat itu.
Ini akan tetap menjadi pembicaraan yang panjang dan saya berharap selalu mendapat pencerahan baru dari tiap diskusi yang berkembang. Tidak untuk saling menyalahkan tapi untuk saling mengerti. Wallahu a'lam.
Terima kasih telah membaca artikel tentang TINJAUAN MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.