Tidak jarang saya mendapat pertanyaan tentang beladiri praktis. Entah kebetulan atau tidak, yang sering bertanya ada 2 tipe, pertama perempuan yang kedua pria yang malas olah raga. Pertanyaan ini biasanya muncul karena adanya keterbatasan, yaitu keterbatasan tenaga, skill dan ketenangan. Pada tulisan-tulisan sebelumnya saya selalu menekankan bahwa bela diri baik berupa kungfu, silat atau apapun namanya adalah skill yang diperoleh dengan kompenen wajib : waktu.
Simplifikasi beladiri dengan menambahkan kata praktis menurut saya tidak pernah dikenal dalam bela diri. Anda boleh belajar 1000 teknik dalam sebulan, anda hafal tekniknya, dapat pula mengeksekusi teknik-teknik yang diajarkan dengan baik, namun real condition adalah hal yang berbeda. Menghadapi tukang palak dengan modal tato dan anting saja untuk beberapa orang sudah bisa bikin jantung copot, padahal tato dan anting tidak dapat memukul anda. Apalagi jika yang bersangkutan memegang senjata tajam atau bahkan menodongkan pistol...
Yang saya amati dalam pelatihan beladiri praktis, tipikal yang diajarkan adalah jurus mati atau jurus berkalau atau jurus jika dan hanya jika. Kalau dicekik begini, kalau ditodong pisau begono, kalau dikalungin celurit begitu, kalau ditosong pistol begini dst. Sejak saya belajar dengan Mas Mochamad Amien dari Perguruan Chakra V, saya sudah tidak begitu percaya lagi dengan jurus kalau ini. Rumus orang pegang senjata adalah tidak boleh kalah, senjata tidak boleh jatuh apalagi terampas. Sedangkan rumus orang tangan kosong adalah dengan cara apapun senjata mesti jatuh atau terampas.
Saya sangat exiciting ketika Mas Amien menunjukkan bagaimana cara supaya sejata tidak bisa dirampas, bahkan bisa langsung membunuh dengan cara yang sangat tricky. Kesimpulannya adalah jangan bertangan kosong kalau menghadapi orang pakai senjata. Lebih dari itu hal yang paling utama adalah jangan menganggap orang lain itu bodoh, tidak mengerti apa-apa.
Adalah hak setiap orang yang bisa beladiri untuk mengklaim bahwa beladirinya memiliki unsur praktis, cepat dalam merespon gangguan luar, efisien dalam pertarungan hidup mati. Namun hal yang perlu diingat beladiri itu bisa menjadi praktis karena praktisinya bukan karena ilmunya. Bagi saya performa mike tyson ketika masih jaya menunjukkan kepraktisan tinju. Sekali pukul orang setinggi pintu bisa roboh pingsan. Tapi sekali lagi praktis untuk mike tyson, bukan untuk kakek2 usia 80 tahun yang bisa jalan saja sudah syukur.
Kepraktisan bela diri adalah karena adanya dedikasi para praktisi dalam berlatih dan menempa diri, bukan dengan mempelajari kumpulan teknik yang kemungkinan besar hanya akan kita latih sekali dalam seumur hidup. Saya berkata seperti ini karena ada beberapa orang atau perguruan yang mengadakan workshop, kursus atau seminar bela diri praktis. Saya berharap event-event seperti ini hanya untuk kepentingan pengenalan untuk kemudian berlatih secara serius di perguruan tersebut. Saya sampai sekarang masih menjadi murid di beberapa perguruan yang masing-masingnya menuntut dedikasi berlatih dan menempa diri, di samping itu juga berkesempatan mengikuti beberapa workshop beladiri. Ada perbedaan mendasar antara berlatih di kedua jenis metode ini. Perguruan punya standar skill yang harus dimiliki murid ketika mencapai tingkat keilmuan tertentu, sedangkan kursus singkat hanya memiliki target sharing ilmu.
Di antara keunikan ilmu bela diri adalah, harus ada upaya simultan untuk berlatih, seseorang tidak dikatakan ahli ketika berjurus masih berfikir dan mengingat-ingat. Teknik sudah harus menyatu dengan daging dan darah praktisi, karena moment digunakannya teknik beladiri tidak pernah direncanakan sebelumnya. Kita tidak dapat bilang belum diajarkan teknik A untuk antisipasi keadaan B, ketika keadaan B, C dan bahkan D yang menghadang kita. Kita harus selalu siap. Misalnya seorang wanita diajari teknik menghadapi pelukan dari arah depan. Mungkin dia sudah diajari memakai dengkul untuk menghantam kemaluan, menginjak jari kaki, memukul ulu hati dan leher. Tapi bagaimana jika pelukan datang dari arah belakang, atau tiba-tiba langsung panggul seperti beras? Alasan belum belajar tidak ada artinya ketika nyawa atau kehormatan anda dalam bahaya! Apakah pelaku akan perduli hal itu atau justru bersyukur karena anda belum belajar teknik itu?
Fokus beladiri adalah tercapainya tenaga, skill dan ketenangan yang cukup saat menghadapi kondisi ancaman fisik dan mental. Melatih salah satunya saja membutuhkan kesungguhan di atas rata-rata, misalnya lari marathon 42 km, adalah suatu kemustahilan jika persiapannya cuma jalan kaki santai 15 menit sehari apalagi jika cuma makan kacang sambil nonton TV. Untuk dapat menempuh jarak 42 km harus ada program latihan, istirahat dan nutrisi yang tepat dan ketat. Hampir tidak mungkin atlet yang akan mengikuti marathon 42 hanya berlatih lari kurang dari 10 km dalam sehari, makan tidak bergizi dan tiap hari begadang.
Skill terkait dengan relevansi masalah yang dihadapi. Bayangkan ada seorang petinju sekelas Mike Tyson harus bertanding melawan pegulat, dengan syarat wajib mengikuti standar pertandingan gulat yang tidak boleh memukul, atau sebaliknya pegulat harus memakai peraturan tinju dan tidak boleh memakai teknik bantingan dan kuncian. Apa yang kira-kira akan terjadi? Cuma ada 2 kemungkinan, yang pertama tidak ada pertandingan, atau kalau ada, maka terjadi kemungkinan kedua, yaitu pertandingan akan sangat tidak menarik, mungkin seperti badut di ring. Begitu juga ketika seseorang yang seumur hidup hanya belajar menghadapi pertarungan tangan kosong, belum tentu mahir ketika berhadapan dengan pisau dan begitu juga sebaliknya. Kemungkinan terjadinya kekerasan amat beragam dan tidak dapat diprediksi, oleh sebab itu simplifikasi penambahan kata "praktis" di depan kata beladiri adalah sangat tidak bijak. Hal yang harus disadari adalah beladiri perlu dedikasi, tidak cukup dengan sekadar "pernah belajar" apalagi "pernah tahu".
Orang yang sudah melatih skill beladiri tentunya akan meningkatkan percaya diri dan ketenangan. Umumnya seseorang tenang jika menghadapi hal-hal yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kepanikan terjadi karena hal yang terjadi tidak sebagaimana yang diharapkan. Di dunia ini tidak ada hal yang persis terjadi seperti yang kita inginkan, pasti ada deviasi. Deviasi sebenarnya adalah hal yang wajar dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas diri kita. Semakin sering kita mengalami deviasi, semakin baik pula respon kita terhadap sesuatu. Walaupun respon dari diri kita belum tentu menyelesaikan seluruh masalah yang timbul akibat deviasi tersebut, namun frekuensi menghadapi deviasi tersebut tidak membuat kita menjadi panik dan melupakan akal sehat. Bela diri melatih kita menghadapi deviasi tersebut dengan peningkatan frekuensi sparring dengan beragam jenis partner. Terdapat korelasi positif antara frekuensi sparring dengan berbagai jenis partner dengan tingkat ketenangan. Minimal kita sudah tidak gugup ketika menghadapi lawan. Bagaimana kalau masih tetap deg-degan? Gampang, tinggal perbanyak saja frekuensi sparring, kalau bisa ikut turnamen supaya bertemu dengan beragam jenis manusa, kalau masih kurang bisa ikut turnamen lintas disiplin ilmu beladiri, itu lebih menarik.
Saya cuma mau menyampaikan satu hal, TIDAK ADA BELADIRI PRAKTIS! Yang ada hanya upaya anda supaya beladiri yang anda pelajari menjadi praktis untuk diri anda, dan itu hanya bisa tercapai dengan dedikasi pada latihan dan menempa diri.
Di antara keunikan ilmu bela diri adalah, harus ada upaya simultan untuk berlatih, seseorang tidak dikatakan ahli ketika berjurus masih berfikir dan mengingat-ingat. Teknik sudah harus menyatu dengan daging dan darah praktisi, karena moment digunakannya teknik beladiri tidak pernah direncanakan sebelumnya. Kita tidak dapat bilang belum diajarkan teknik A untuk antisipasi keadaan B, ketika keadaan B, C dan bahkan D yang menghadang kita. Kita harus selalu siap. Misalnya seorang wanita diajari teknik menghadapi pelukan dari arah depan. Mungkin dia sudah diajari memakai dengkul untuk menghantam kemaluan, menginjak jari kaki, memukul ulu hati dan leher. Tapi bagaimana jika pelukan datang dari arah belakang, atau tiba-tiba langsung panggul seperti beras? Alasan belum belajar tidak ada artinya ketika nyawa atau kehormatan anda dalam bahaya! Apakah pelaku akan perduli hal itu atau justru bersyukur karena anda belum belajar teknik itu?
Fokus beladiri adalah tercapainya tenaga, skill dan ketenangan yang cukup saat menghadapi kondisi ancaman fisik dan mental. Melatih salah satunya saja membutuhkan kesungguhan di atas rata-rata, misalnya lari marathon 42 km, adalah suatu kemustahilan jika persiapannya cuma jalan kaki santai 15 menit sehari apalagi jika cuma makan kacang sambil nonton TV. Untuk dapat menempuh jarak 42 km harus ada program latihan, istirahat dan nutrisi yang tepat dan ketat. Hampir tidak mungkin atlet yang akan mengikuti marathon 42 hanya berlatih lari kurang dari 10 km dalam sehari, makan tidak bergizi dan tiap hari begadang.
Skill terkait dengan relevansi masalah yang dihadapi. Bayangkan ada seorang petinju sekelas Mike Tyson harus bertanding melawan pegulat, dengan syarat wajib mengikuti standar pertandingan gulat yang tidak boleh memukul, atau sebaliknya pegulat harus memakai peraturan tinju dan tidak boleh memakai teknik bantingan dan kuncian. Apa yang kira-kira akan terjadi? Cuma ada 2 kemungkinan, yang pertama tidak ada pertandingan, atau kalau ada, maka terjadi kemungkinan kedua, yaitu pertandingan akan sangat tidak menarik, mungkin seperti badut di ring. Begitu juga ketika seseorang yang seumur hidup hanya belajar menghadapi pertarungan tangan kosong, belum tentu mahir ketika berhadapan dengan pisau dan begitu juga sebaliknya. Kemungkinan terjadinya kekerasan amat beragam dan tidak dapat diprediksi, oleh sebab itu simplifikasi penambahan kata "praktis" di depan kata beladiri adalah sangat tidak bijak. Hal yang harus disadari adalah beladiri perlu dedikasi, tidak cukup dengan sekadar "pernah belajar" apalagi "pernah tahu".
Orang yang sudah melatih skill beladiri tentunya akan meningkatkan percaya diri dan ketenangan. Umumnya seseorang tenang jika menghadapi hal-hal yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kepanikan terjadi karena hal yang terjadi tidak sebagaimana yang diharapkan. Di dunia ini tidak ada hal yang persis terjadi seperti yang kita inginkan, pasti ada deviasi. Deviasi sebenarnya adalah hal yang wajar dan bermanfaat untuk meningkatkan kualitas diri kita. Semakin sering kita mengalami deviasi, semakin baik pula respon kita terhadap sesuatu. Walaupun respon dari diri kita belum tentu menyelesaikan seluruh masalah yang timbul akibat deviasi tersebut, namun frekuensi menghadapi deviasi tersebut tidak membuat kita menjadi panik dan melupakan akal sehat. Bela diri melatih kita menghadapi deviasi tersebut dengan peningkatan frekuensi sparring dengan beragam jenis partner. Terdapat korelasi positif antara frekuensi sparring dengan berbagai jenis partner dengan tingkat ketenangan. Minimal kita sudah tidak gugup ketika menghadapi lawan. Bagaimana kalau masih tetap deg-degan? Gampang, tinggal perbanyak saja frekuensi sparring, kalau bisa ikut turnamen supaya bertemu dengan beragam jenis manusa, kalau masih kurang bisa ikut turnamen lintas disiplin ilmu beladiri, itu lebih menarik.
Saya cuma mau menyampaikan satu hal, TIDAK ADA BELADIRI PRAKTIS! Yang ada hanya upaya anda supaya beladiri yang anda pelajari menjadi praktis untuk diri anda, dan itu hanya bisa tercapai dengan dedikasi pada latihan dan menempa diri.
Saya adalah termasuk tipe orang yang tidak senang melihat orang lain kecewa, oleh sebab itu saya berikan tips beladiri praktis di luar ilmu beladiri, yaitu:
1. Lari
2. Senjata api
3. Lidah (bohong, cari alasan, minta maaf dsb, tergantung kreativitas)
Jadi... jangan terlalu kecewa.. :)
Terima kasih telah membaca artikel tentang BELA DIRI PRAKTIS di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.
1 comments :
http://combatotaku.blogspot.co.id/2016/04/street-fighting.html Author, ini saya kasih bocoran mengenai teknik berkelahi yg digunakan preman dan geng berandalan dari berbagai dunia. Mereka berlatih tarung secara otodidak, terinspirasi dari Boxing lalu mereka latih sendiri, anda pasti pernah lihat video2 youtube tentang geng motor dari berbagai negara yg sedang sparring gaya tarung bebas di lapangan. Inilah beladiri yg mereka pelajari. Mereka semua agresif dan berkelahi dengan cepat, saya harap artikel ini dapat membantu anda dalam memahami bagaimana strategi menghadapi penjahat dalam pertarungan asli.
Balas