Tulisan ini adalah comment saya pada account facebook al Ustadz Hamid Fahmy Zarkasyi yang saya sunting lagi untuk nge-blog.
Saya terus terang masih agak bingung dengan isi kepala orang-orang yang lebih suka golput dari pada menggunakan hak pilihnya saat pemilu, dengan alasan tidak ada pejabat yang dapat dipercaya. Lebih bingung lagi dengan isi kepala orang-orang Islam yang menggunakan hak pilihnya namun bukan untuk partai Islam dengan alasan partai Islam hanya menggunakan label Islam untuk berebut jabatan. Saya jadi teringat ungkapan seorang kawan, "Partai Islam kalau salah bakal dicap jual agama, tapi diam aja atau bahkan memaklumi kalau partai sekuler jual negara." Saya punya keyakinan bahwa mungkin mereka yang berpendapa seperti itu masih terkesima dengan cerita Umar bin Khatthab ra yang manggul sendiri karung gandum untuk rakyatnya yang kelaparan, atau masih takjub dengan penampilan beliau yang jauh dari kesan seorang pemimpin besar saat memasuki kota Yerusalem. Apakah salah mengharap pemimpin seperti beliau? Tentu saja tidak! Namun hal yang sama pernah ditanyakan seseorang pada Ali bin Abi Thalib tentang masa kepemimpinan beliau yang berbeda jauh dari kondisi pada masa Abu Bakar ash Shiddiq ra dan Umar bin Khatthab ra. Ali bin Abi Thalib menjawab, "Pada masa Abu Bakar dan Umar, rakyatnya kayak saya, sedangkan pada masa saya rakyat kayak kamu." Singkatnya semua orang ingin punya pemimpin seperti Rasulullah SAW, namun satu hal yang mereka lupa, bahwa mereka bukan sahabat...
Menurut saya meminta hal yang sempurna dari orang dan partai Islam adalah hal yang mustahil. Realistis saja. Liat sejarah Islam, perang saudara dalam Islam seperti perang Shiffin dan perang Jamal emang siapa yang perang? Yamg saling berperang adalah sahabat nabi dan murid2nya yang kita kenal dengan generasi tabi'in yang menurut Rasulullah SAW adalah sebaik2nya generasi. Ini bukan tentang korupsi, ini tentang penumpahan darah kaum muslimin. Rasulullah SAW bukannya tidak mengetahui bahwa hal2 besar ituakan terjadi. Jangankan cuma perang di antara sahabat2 beliau, kejadian2 besar di akhir zaman sudah disampaikan oleh beliau. Bahkan peristiwa kiamat, mahsyar, mizan, shirath, surga dan neraka sudah dijelaskan oleh beliau saat masih hidup. Namun hal tersebut tidak mengurangi keutamaan generasi sahabat dan tabi'in. Rasulullah SAW tetap menggelari mereka generasi terbaik walau pada masa mereka terjadi pertumpahan darah. Rasulullah SAW sudah sangat paham walaupun generasi setelah beliau adalah generasi yang punya banyak keutamaan, namun mereka tetaplah manusia biasa yang tidak lepas dari lupa dan salah. Begitu pula semua orang Islam sepakat pertumpahan darah di antara kaum muslimin adalah suatu yang sangat tercela, apalagi ini dilakukan oleh generasi sahabat dan tabi'in. Namun kaum muslimin saat ini juga sangat mengerti bahwa karena jasa2 dan keutamaan2 mereka lah, kita sekarang mengenal Allah, Rasulullah dan Islam.
Bukan untuk mengecilkan korupsi, mengejar jabatan dll. Namun kita mengharap kesempurnaan dari generasi yang seharusnya sempurna saja tidak bisa, apalagi mengharapkannya dari generasi macam sekarang? Apa ada di antara kita yang lebih baik dari Ali bin Abi Thalib ra yang merupakan menantu Rasulullah SAW dan salah satu dari Khulafaur Rasyidin? Apa di antara kita ada jug yang lebih baik dari Mu'awwiyyah bin Abi Sufyan yg bergelar Khaalul Mu'minin (pamannya kaum mu'minin, krn saudara perempuannya yaitu Ummu Habibah binti Abi Sufyan adalah istri Rasulullah SAW yang bergelar Ummul Mu'minin) dan juga bergelar Kaatibul Wahyi (penulis wahyu dan mustahil Rasulullah SAW mengamanahkan penulisan wahyu pada orang sembarang)? Namun 2 orang yang luar biasa itu berperang satu sama lain.
Realistis bahwa umat Islam butuh persatuan, biarpun itu berarti memilih penguasa yang jauh dari kesempurnaan, karena kesempurnaan itu milik Allah SWT.
Realistis bahwa lebih 80% rakyat Indonesia beragama Islam dan itu artinya mereka berhak mendapat pemimpin yang beragama Islam dan memperjuangkan Islam.
Realistis bahwa Indonesia negara besar dan kaya sumber daya alam dan kita semua tahu kemana perginya hasil sumber daya alam kita yang berlimpah. Apakah ke rumah2 kaum muslimin?
Realistis bahwa terlalu banyak kepentingan dan agenda luar negeri yang bermain saat ini di negeri ini.
Realistis bahwa yang kita anggap pemimpin adalah penjual negara sendiri.
Tapi yang jelas kaum muslimin masih dan akan terus layak untuk memimpin bangsa ini. Bukan oleh boneka asing, bukan oleh penguasa yang tidak menyayangi mereka.
Kalau memang kaum muslimin layak memimpin, pilihlah yang terbaik di antara mereka, yang masih menjaga shalat 5 waktu, bukan yang berwudhu' saja masih salah! Kita bisa mengharapkan apa dari pemimpin yang sudah berani menyia-nyiakan hak Allah SWT? Sama Allah saja berani apalagi sama manusia?
Dan yang paling penting dari itu semua, kaum muslimin masih layak bersatu untuk membangun bangsa dan negara ini. Sejarah membuktikan darah siapa yang paling banyak mengalir selama 350 tahun melawan penjajah dan pekikan apa yang paling banyak berkumandang selain Allahu Akbar! Sejarah juga mencatat siapa yang paling mencintai persatuan selain umat Islam. Ketika satu orang mengklaim diri sebagai perutusan daerah timur yang katanya mayoritas non-Islam (padahal kalau zaman itu sudah ada sensus saya yakin 70% orang kawasan timur indonesia adalah beragama Islam) dan mengancam tidak mau bergabung dengan NKRI jika 9 kata di Piagam Jakarta tidak dihapus, umat Islam legowo untuk menghapus 9 kata tersebut. Siapa yang paling mencintai persatuan? Umat islam atau calon separatis yang sampai sekarang masih ada di bumi Indonesia? Ingat Jas Merah (JAngan Sekali-kali MElupakan sejaRAH)!
Wallahu a'lam
Terima kasih telah membaca artikel tentang REALISTIS DALAM MEMANDANG POLITIK DAN PELAKUNYA di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.