Maen rasa sebenarnya suatu tahap pertarungan setelah kita menguasai
jurus dasar, kecepatan dan refleks. Jadi bisa saya katakan mustahil bisa
maen rasa kalau jurus dasarnya masih acak adut. Apalagi kalau gerakan
dasarnya masih belum sempurna.
Saya banyak sekali memori dengan guru kungfu saya, Master Gatut
Suwardhana. Sewaktu ujian, kalau gerakannya belum pas di hatinya dia,
pasti disuruh ulang terus sampe menurut beliau gerakannya pas di hati.
Jadi ukuran bagusnya jurus adalah kalau diri kita sendiri yang
memperagakan jurus dan yang melihatnya enak. Jika kita sendiri yang
peragain jurus masih gak enak apalagi yang ngeliat. Satu2nya cara
mencapai gerakan yang baik adalah pengulangan yang disertai penghayatan.
Waktu saya belajar Thifan Po Khan dari Ust. Pupu Marfudin di sana ada
tradisi latihan 40 kali balikan jurus tiap hari. Dengan catatan 1 jurus
sekitar 2-10 gerakan atau tergantung tingkatnya. 1 tingkat biasanya
harus menguasai 5-10 jurus. Jadi 1 kali balikan 10 gerakan x 10 jurus
atau 100 gerakan. Kalau diulang 40 kali berarti 400 jurus atau 4000
gerakan. Ipar saya sewaktu jadi muridnya Bang Yosis - Bandar Karima dan pernah juga belajar di Tajimalela,
latihan mukul 1000 kali pukulan/tendangan. Bruce Lee sendiri tiap hari
5000 kali tendangan, belum latihan fisik lainnya yang juga gila2an.
Bruce Lee pernah bilang, "Saya gak takut sama orang yang punya 1000
jurus, saya lebih takut sama orang yang punya 1 jurus tapi dilatih 1000
kali."
Setelah gerakan dasar dan jurus dikuasai dengan baik, baru belajar
kecepatan dalam berjurus. Tapi intinya adalah tidak mungkin bisa
berjurus dengan cepat kalau belum hafal gerakan, apalagi jika belum
benar gerakannya. Tujuan dari belajar kecepatan adalah berjurus dengan
cepat dan benar, tidak terputus dengan berfikir. Dan yang lebih penting
lagi adalah menyelesaikan jurus dengan target waktu tertentu. Tiap
perguruan punya cara2 khusus untuk meningkatkan kecepatan gerak yang
biasanya terkait treatment otot dgn kondisi dan atau beban tertentu.
Misalnya latihan memukul api lilin sampai mati, latihan berbagai jenis
pukulan sambil pegang dumbel, latihan moving target seperti di tinju
dll.
Jika sudah bisa berjurus dengan benar dan cepat tanpa berfikir, maka
latihan selanjutnya adalah latihan refleks. Tujuan refleks adalah
otomasi, artinya jika terjadi satu kondisi yang sesuai dengan peruntukan
jurus, maka tanpa berfikir lagi kita sudah tahu apa yang harus
dilakukan. Misalnya posisi dicekik, dari pada fokus pada buka cekikan
mending langsung korek mata atau tepak biji pelir. Klo masih mikir mau
bikin apa berarti belum refleks. Guru saya selalu bilang "Klo kamu masih
mikir berarti masih belajar, Kesuwen rek..!"
Maen rasa tingkatannya di atas refleks. Kalau refleks ada di maqam
otomasi, sedangkan permainan rasa ada di maqam "weruh sak durunge
winarah" (tahu sebelum terjadi). Bukan maksudnya main di area
perdukunan, tapi ini adalah hasil latihan yang lama dan sungguh2. Saya
benar2 mengalaminya waktu silaturrahim ke rumah salah seorang sesepuh
Gerak Saka yaitu Bang Nani. Belum kaki terangkat buat nendang, tangan
beliau sudah nyampe duluan di muka saya. Pukulan blm separo jalan dia
sdh ada di belakang saya. Kata beliau "Kan terasa tenaga ente agak
kurang tekanannya di tangan ane, pasti kan mau gerak yg lain. Kalau
ngilang ke arah bawah berarti mau nendang, klo dada keliatan gerak
berarti mau mukul." Saya nyaut, "Kok bisa tau ane mau nendang atau
mukul (padahal kalau kita nendang bisa jadi otot dada dan pinggang juga bergerak untuk keseimbangan dan kalau kita mukul bisa jadi kaki juga melangkah)?" Beliau jawab pendek, "Ane kan latihan gerak dari tahun 75."
Dalam hati ane ketawa, "Tahun segitu kite baru lahir, die sdh belajar
gerak.." Hehehe..
Untuk melatih rasa sendiri tiap perguruan punya caranya masing2. Kalau
perguruan yang berdasar pada shaolin atau butong yang aslinya berdasar
pada agama buddha dan taoisme biasanya dimulai dari "merasakan" diri
sendiri dulu. Metodenya bisa meditasi statis atau meditasi dinamis
seperti di Qigong atau Taiji. Setelah bisa "merasakan" energi diri
sendiri baru belajar "merasakan" energi orang lain, misalnya dengan metode
tempel tangan seperti Chi Sao di aliran Wing Chun, Tui Shou di aliran Taiji
Quan dan sub2 alirannya serta Rou Shou di aliran Ba Gua Zhang.
Dengan modal merasakan tenaga lawan ini praktisi rasa bisa berlatih
tempel tangan dengan mata tertutup. Bahkan ada sebagian praktisi yang
merasa terganggu konsentrasinya jika berlatih rasa dengan mata terbuka.
Di Gerak Saka, walaupun tidak dianjurkan tutup mata namun kita terbiasa
cuma "melirik" lawan. Muke lawan ke mane, muke kite ke mane.
Yang menarik, selama saya belajar di perguruan Gerak Saka, saya belum
pernah diajarkan metode untuk "merasakan" diri sendiri, materinya
langsung loncat ke "merasakan" orang lain. Apakah ini salah? Yang jelas bela diri harus aplikatif, bisa dipakai. Dan untuk bisa dipakai, wajib belajar dan berlatih. Jadi yang bener2 salah adalah yang kagak latihan tapi pengen cepet bisa. Selama bermanfaat untuk
pribadi kita, berarti ilmu yg dipelajari adalah baik. Apalagi jika di
perguruan itu kita bisa menemukan nilai lebih seperti guru yang baik dan
teman2 yang berakhlaq dan saling ukhuwwah. Saya anggap itu surga
dunia.
Wallahu a'lam.
Terima kasih telah membaca artikel tentang MAEN GERAK di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.