Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com
Powered by Blogger.

KEUNIKAN PERINTAH MEMAKAI JILBAB

Secara umum, Islam mengajarkan pada pemeluknya untuk masuk surga bersama-sama dengan orang-orang terdekat yang paling kita cintai. Hal itu terlihat dari contoh dakwah Rasulullah SAW. Yang pertama kali diajak adalah keluarga terdekat, yaitu isteri beliau yang tercinta Khadijah binti Khuwailid ra, kemudian sepupu sekaligus menantu beliau nantinya Ali bin Abi Thalib. Ketika dimulai fase dakwah terang2an yang pertama kali beliau seru juga keluarga terdekat beliau dari Bani Hasyim yang bukan lain adalah paman-paman dan sepupu-sepupu beliau sendiri. Walaupun memang lebih banyak yang menolak daripada yang menerima. Berbeda dengan paman beliau yang bernama Abu Lahab yang dengan frontal menolak ajakan dakwah, paman beliau yang lain yaitu Abu Thalib yang juga ayahanda dari Ali bin Abi Thalib yang walaupun tidak menerima ajakan bertauhid, namun memberikan jaminan keamanan bagi dakwah Nabi selama beliau masih hidup.



Itulah karakter dakwah, berangkat dari miliu terkecil dan terdekat, yaitu keluarga. Kalau bisa masuk surga bareng-bareng, ngapain sendirian? Itu prinsip utama, karena dakwah berangkat dari cinta. Kalau kita bisa sebut da'i adalah pecinta, maka karakter utama pecinta selalu menginginkan yang terbaik untuk yang dicintai. Insya Allah tidak seorang pun dari kita yang tidak mencintai keluarga.

Selain contoh, kita juga menemukan sebuah ayat dalam al Qur'an yang amat menekankan fungsi kepala keluarga sebagai penjaga  (agar tidak masuk) "neraka".

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ ناراً وقودها النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عليها مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدادٌ لاَّ يَعْصُونَ اللهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Qs. At-Tahrim [66]:6)

Perintah utama adalah menjaga diri sendiri dan selanjutnya adalah keluarga. Di sini jelas, untuk memiliki keperdulian yang nyata pada orang lain, kita harus perduli dengan diri sendiri, kita harus cintai diri sendiri dulu. Bagaimana bisa kita cinta dan peduli pada orang lain, sedangkan pada saat yang sama kita tidak cinta dan peduli dengan diri sendiri?

Saat kita peduli dengan diri sendiri kita akan perhatikan apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk diri kita dan kita berusaha konsisten dengannya. Biasanya hal ini akan sangat terlihat pada orang2 yang terkena penyakit yang mengharuskannya untuk merubah pola hidup dengan diet dan olah raga. Biasanya orang-orang ini akan mengingatkan keluarganya sejak dini agar memulai pola hidup sehat sebagai mana dirinya. Walaupun belum tentu semua orang yang diingatkan perduli akan hal ini, namun tidak akan ada yang membantahnya karena yang berbicara telah mengalami langsung akibat pola hidup yang salah. Dan akhirnya siapapun akan membenarkan pola hidup "ketat" itu  adalah pola hidup yang hidup yang benar. Karena kalau dari dulu benar tentu tidak akan sakit seperti sekarang.

Benang merah dengan ayat tersebut adalah keperdulian yang tidak akan tumbuh tanpa iman pada hari akhir, karena al Quran mengingatkan suatu akibat yang tidak terlihat langsung di dunia, tapi di akhirat. Di sini ada hal penting untuk dimiliki kepala keluarga yaitu keimanan dan ketaatan yang lebih di antara anggota keluarga yang lain. Kelebihan yang bisa membuatnya memiliki kepedulian akan nasib anggota keluarganya kelak di akhirat. Sehingga saya berpesan pada para calon suami dan ayah, agar jangan menikah dulu sebelum memiliki keperdulian ini. Agar persiapan pernikahan anda bukan cuma masalah materi dan kejantanan ranjang. Anda akan tetap dianggap  bertanggung jawab terhadap istri dan anak, selama anda berusaha menafkahi mereka dari rizki yang halal, sekecil apapun itu. Namun anda dimintai pertanggungjawaban absolut di akhirat terkait anggota keluarga yang bermaksiat sekecil apapun itu. Pertanggungjawaban yang dapat dilewati jika sebuah kata "mendidik" telah dilakukan.

Tidak banyak perintah dalam agama Islam yang secara langsung tekstual menyertakan keluarga. Di antara yang terkenal adalah perintah shalat yang dikaitkan dengan keluarga adalah shalat di surat Thaha ayat 132:

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat dan bersabarlah dalam mengerjakannya.Kami tidak meminta rizqi kepadamu.Kami-lah yang memberi rizqi kepadamu.Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa."
 
Di ayat lain Nabi Ismail as senantiasa memerintahkan keluarganya untuk shalat. Allah berfirman,

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ مَرْضِيًّا

“Dan ia (Nabi Ismail) menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya.” (Maryam: 55)

Demikian pula uniknya perintah menutup aurat bagi wanita adalah perintah kepada kepala keluarga, selain kepada para da'i dan juga penguasa. Hal ini karena perintah untuk menutup aurat disampaikan pada Rasulullah yang bukan saja sebagai seorang Rasul yang wajib menyampaikan apa yang Allah turunkan padanya, namun juga sebagai suami, ayah dan juga kepala negara.


Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu & isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah utk dikenal, karena itu mereka tak di ganggu. & Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 59)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Ayat yang disebut dengan ayat hijab ini memuat perintah Allah kepada Nabi-Nya agar menyuruh kaum perempuan secara umum dengan mendahulukan istri dan anak-anak perempuan beliau karena mereka menempati posisi yang lebih penting daripada perempuan yang lainnya, dan juga karena sudah semestinya orang yang menyuruh orang lain untuk mengerjakan suatu (kebaikan) mengawalinya dengan keluarganya sendiri sebelum menyuruh orang lain. Hal itu sebagaimana difirmankan Allah ta’ala (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 272)

Kewajiban menutup aurat dengan jilbab sangat menarik, karena pada ayat ini menggunakan 2 kalimat perintah. Pertama adalah perintah pada Nabi SAW untuk mendidik dan mewajibkan istri-isteri dan anak-anak perempuannya terlebih dulu menutup aurat sebelum kepada wanita muslimah yang lain "Yaa ayyuhan nabiyyu QUL li azwaajika wa banaatika wa nisaa'il mu'miniina" (Hai Nabi KATAKAN pada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita mu'mimah). Kalimat perintah yang kedua bentuknya kata kerja, namun di sini Allah menyuruh nabiNya utk menyampaikan apa yang diperintahkan Allah, yaitu "YUDNIINA 'alaihinna min jalaabiibihinna" (MENGULURKAN jilbab2 mereka).

Perintah jilbab menggunakan pendekatan keluarga dalam hal ini kepala keluarga pada istri-istri dan anak-anak perempuan. Hal ini menunjukkan fungsi suami dan ayah bukan cuma ATM berjalan namun juga sebagai pendidik yang perduli terhadap keluarga. Perintah ini bukan ditujukan pada guru sekolah atau guru ngaji, tapi pada ayah dan suami. Yang kedua pendekatan yang dipakai adalah pendekatan motivasi yang positif bukan ancaman kalau tidak berbuat begini maka bakal dapat sanksi ini. Pendekatan motivasional ini kita dapati di ayat yang sama, "Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."  Metode penyampaian ini menurut saya ini mengandung hikmah yang luar biasa, bisa jadi karena yang diberi perintah untuk menyampaikan hal ini adalah kepala keluarga, yang dalam menyampaikan hal-hal yang ma'ruf lebih mengedepankan motivasi daripada ancaman. Hal -hal yang tumbuh dari motivasi positif akan terus dikerjakan, namun perintah yang disertai ancaman akan hilang jika yang mengancam sudah tidak ada.

Demikian pula dalam hal memfasilitasi kaum mu'minah untuk menjalankan kewajiban tidak cukup hanya dari dorongan pribadi yang berasal dari pendidikan keluarga dan lembaga pendidikan. Memang hal yang berasal dari motivasi pribadi harus terus menerus dihidupkan dengan dakwah, namun di satu sisi harus ada otoritas kekuasaan yang menjamin agar hal tersebut berjalan sesuai dengan ketentuan. Seperti yang diucapkan oleh Utsman bin Affan ra. :

إن الله ليزع بالسلطان ما لا يزع بالقرآن

“Sesungguhnya Allah Ta’ala memberikan wewenang kepada penguasa untuk menghilangkan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan oleh Al Quran.” (Imam Ibnu Katsir, Al Bidayah wan Nihayah, 2/12. Dar Ihya At Turats)

Wallahu a'lam.
Terima kasih telah membaca artikel tentang KEUNIKAN PERINTAH MEMAKAI JILBAB di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :

Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com