Eskalasi yang makin memburuk ini disikapi oleh Rasulullah SAW dengan mengembangkan strategi hijrah. Upaya pertama adalah hijrah ke Habasyah (Ethiopia) yang dilakukan oleh sepupu beliau (Ja'far bin Abi Thalib ra) dan menantu beliau yaitu 'Utsman bin Affan ra dan istrinya Ruqayyah binti Rasulullah SAW, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf dan sekitar 80 orang sahabat lainnya. Setelah mengamankan key person financial penopang dakwah ke daerah yang relatif aman dan jauh dari jazirah Arab, Rasulullah baru mencari daerah lain sebagai basis dakwah atau minimal bisa sebagai daerah satelit. Pilihan beliau jatuh pada daerah Tha’if yang hanya berjarak 80 km dari Makkah dan terkenal sebagai sentra pertanian. Perlu diketahui 3 dari sahabat yang dijamin masuk surga diungsikan oleh Rasulullah ke Habasyah dan bukan kebetulan pula mereka adalah penopang keuangan dakwah, mereka adalah Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan Zubair bin Awwam.
Berikut adalah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa ini:
Usaha Manusiawi
Rasulullah adalah manusia biasa, dan bertindak seperti manusia, tidak mengandalkan keajaiban di luar kemampuan manusia biasa. Apa yang kira-kira bisa dilakukan dengan perhitungan yang matang, hal itu yang dilakukan oleh Beliau. Hal ini karena Rasulullah SAW harus bisa menjadi contoh untuk semua orang. Apa jadinya agama dan dunia ini jika dipenuhi manusia-manusia yang cuma memiliki kemampuan untuk mengangkat tangannya berdoa pada Allah SWT, mengandalkan taqdir baik yang belum tentu terjadi seperti yang kita harapkan?
Mencari alternatif pengembangan dakwah di luar Makkah adalah upaya Rasulullah setelah tekanan yang beliau hadapi di Makkah semakin berat, hal mana membuat dakwah selama 13 tahun di Makkah menghadapi stagnasi. Rasulullah bisa saja adu kuat di Makkah. Namun pengalaman dari para Nabi yang adu kuat kesabaran dengan kaumnya adalah kehancuran. Kaum Nuh terkena banjir, kaum Luth dibalikkan negerinya, dll. Untuk kasus Tha’if pun sudah ada tawaran dari Malaikat penjaga gunung untuk menimpakan gunung Akhsyabin ke penduduk Thaif. Hal yang ditolak oleh Beliau SAW.
Sabar dalam Perjalanan
Sekali lagi dakwah Rasulullah adalah dakwah penuh perjuangan berat, yang membutuh kesabaran demi kesabaran ekstra. Hal ini juga merupakan refleksi dari ketaatan kaum muslimin dalam menjalankan syariat. Kita mungkin tidak mengalami apa yang beliau alami, namun kita setiap hari berkutat dgn pilihan halal-haram, menjalankan perintah dan menjauhi larangan, yang tentu saja tidak semuanya harus sesuai dengan keinginan dan syahwat kita. Bersabar dalam menjalankan perintah Allah, itulah pesan yang hendak disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam seluruh moment kehidupannya.
Pesan itu pula yang kita dapati saat merenungkan makna sabar dan taat dua manusia mulia yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as dalam moment yang tiap tahun kita rayakan: idul adha. Sabar dalam melakukan ketaatan lebih utama daripada sabar meninggalkan kemaksiatan. Kenapa? Meninggalkan larangan harus total, tidak boleh setengah-setengah, wajib ditinggalkan dengan sempurna. Misalnya larangan berjudi dan minum khamr tidak ada keringanan untuk meninggalkannya. Datang perintah ya sudah, jauhi! Berbeda dengan mengerjakan kebajikan, hukumnya adalah semampunya. Misalnya shalat 5 waktu. Mengerjakannya wajib, tidak dikerjakan berdosa, namun saat mengerjakannya banyak pilihan yang bisa dilakukan. Di awal waktu (ini yang paling baik) atau terlambat sedikit atau bahkan di akhir waktu atau bahkan bisa di-jama' atau di-qashar pada kondisi-kondisi tertentu. Bisa di masjid (ini yang paling utama), bisa juga di rumah. Bisa disertai shalat rawatib, bisa juga tidak. Kombinasi sempurna adalah di awal waktu sebelum adzan dikumandangkan didahului shalat rawatib dan dikerjakan di masjid. Tapi dikerjakan di akhir waktu, di rumah tanpa shalat rawatib pun shalat wajib seseorang tetaplah sah.
Mungkin perlu kita jadikan renungan mengapa peristiwa Nabi Yusuf as yang menolak berzina dengan istri raja tidak dijadikan hari raya, sedangkan peristiwa Nabi Ibrahim as yang mau menyembelih Nabi Isma'il as justru dijadikan hari raya. Nabi Yusuf bukanlah orang yang tidak sabar dan tidak patut mendapat pujian. Kita tahu bahwa Nabi Yusuf dipenjara dalam waktu yang cukup panjang akibat peristiwa ini. Namun satu hal yang jelas, jangankan seorang Nabi, kita yang bukan Nabi saja insya Allah tidak mau berzina, apalagi Nabi Yusuf yang bukan sembarang nabi, tapi seorang nabi memiliki nasab yang luar biasa, ayah, kakek dan buyutnya semuanya Nabi. Rasulullah SAW saja tidak memiliki kemewahan nasab seperti Nabi Yusuf as. Namun jika kita ditempatkan pada posisi Nabi Ibrahim as apa kita sanggup? Bersabar terhadap perintah lebih utama daripada sabar dalam menjauhi larangan.
Tawakkal dengan Hasil
Apa hal yang paling menggembirakan bagi Rasulullah dalam hijrah ke Tha’if? Keislaman Addas seorang pelayan yang sebelumnya memeluk agama nasrani. Cuma 1 orang yang masuk Islam dengan perjalanan yang ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 80 km plus ditimpukin batu sama orang sekampung. Begitu juga ada keislaman dari sekawanan jin yang mendengar bacaan al Qur'an Rasulullah SAW saat beliau menunai shalat malam di daerah Nikhlah. Yang masuk islam adalah segolongan makhluq yang tidak keliatan oleh mata manusia biasa dan tentu saja tidak bisa dibuktikan, kecuali oleh umat Islam yang percaya dengan al Qur'an. Bahkan dalam riwayat pun Rasulullah SAW tidak mengetahui ada serombongan jin datang mendengar bacaan al Qur'an beliau dan masuk Islam karenanya. Berita itu beliau dapatkan saat turun ayat yang menjelaskan tentangnya.
Maka cukup menarik klaim sebagian orang yang katanya bisa melihat, berkomunikasi, menaklukkan dan bahkan menangkap jin. Sesuatu yang bahkan Rasulullah SAW seorang nabi akhir zama saja tidak mampu melakukannya kecuali dengan idzin Allah SWT.
Tujuan utama beliau untuk menarik tokoh-tokoh dan masyarakat Thaif mendukung dan atau masuk Islam, secara general tidak tercapai. Ini menunjukkan bahwa aksioma: "usaha di tangan manusia, hidayah/hasil di tangan Allah" tetap berlaku. Ini pula sebabnya mengapa Rasulullah SAW hanya mengurus urusannya (yaitu berusaha), bukan mengurusi urusan Allah SWT.
Dakwah dengan Syiar Agama
Apa yang menjadi pintu keislaman seorang Addas? Tidak lain adalah ucapan Rasulullah SAW sebelum makan, yaitu "Bismillah". Apa yg menjadi pintu hidayah sekumpulan jin? Bacaan al Qur'an. Yang Beliau lakukan adalah melakukan syi’ar Islam yang tidak lain dan tidak bukan adalah ketaatan pada Allah SWT yang lahir taqwa di hati manusia.
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati (QS. Luqman : 32)
Lebih lengkapnya bisa rujuk ke tulisan berikut:
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/10/01/20/101655-syiar-islam
Di sisi lain syi'ar yang dilakukan dari ketaqwaan hati insya Allah dapat menyentuh hati manusia yang lain. Jangan sampai ada rasa malu menjalankan sunnah, sementara di luar sana ada jutaan orang yang bangga dengan kemungkaran dan kebathilan. Dari kisah ini kita belajar ternyata kebaikan apapun yang kita lakukan dapat bernilai dakwah dan bahkan menjadi asbab pintu hidayah bagi orang lain. Jadi jangan ada keengganan sedikitpun dari kita untuk melakukan ketaatan dan bangga dengan simbol-simbol agama. Hal yang menurut kita sepele insya Allah tidak demikian di sisi Allah SWT.
Kecuali untuk orang2 yang terlahir Islam, maka masuk Islamnya orang-orang yang tadinya beragama selain Islam, biasanya ada hal-hal unik yang menyentuh hati mereka sehingga tertarik belajar dan mendalami Islam, sebelum akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam. Berapa banyak dari para sahabat Nabi yang masuk Islam karena akhlaq mulia Rasulullah? Berapa banyak pula yang luluh hatinya mendengar dakwah yang disampaikan? Ada pula yang tertarik karena rasa persaudaraan dan kesukuan yang kuat. Kita mungkin ingat bagaimana peristiwa ke-Islam-an Hamzah yang dipicu oleh kecintaannya pada Rasulullah SAW sebagai keponakannya. Hal-hal ini tentu saja berlaku universal sampai akhir zaman.
Peran Unik Setiap Manusia Terhadap Dakwah
Apa yang dialami oleh Rasulullah SAW dalam peristiwa Thaif ini menunjukkan bahwa banyak pihak yang menjadikan Rasulullah SAW sebagai pribadi yang tangguh. Ketangguhan beliau datang bukan dari podium ke podium berlumurkan kemuliaan. Segala hal yang mengagumkan dari akhlaq beliau datang beratnya cobaan dan kerasnya perlawanan kaum musyrikin. Kita tentu tidak asing dengan kisah akhlaq Beliau SAW saat berhadapan dengan seorang tua yahudi yang selalu menghina beliau namun hinaan tersebut dibalas dengan menyuapi makanan ke mulut si yahudi. Setelah Beliau meninggal hal tersebut dilanjutkan oleh Abu Bakar, namun ketauan bukan lagi Nabi SAW yang melakukannya, karena hal kecil "makanannya telah dikunyahkan" oleh Baginda Nabi SAW supaya si yahudi yang sudah tidak punya gigi itu tidak repot mengunyah makanan tanpa gigi. Dari mana kita bisa baca kisah tersebut tanpa sebuah peran "kurang ajar" yahudi tersebut?
Hal lain adalah, dalam membesarkan dakwah ini ternyata Rasulullah SAW tidak pernah melakukan segalanya sendirian. Ada kerja sama, ada pembagian kerja, ada manajemen ilahi yang bekerja. Tanpa dakwah Abu Bakar akan tetap menjadi orang baik sendiri, tanpa dakwah Umar dan Hamzah akan tetap jadi jagoan, tanpa dakwah Utsman dan Abdurrahman bin Auf tetap saudagar. Namun dengan dakwah berbagai potensi unik para sahabat dapat bersatu padu dan melahirkan peradaban akhir zaman yang luar biasa. Dan ternyata sepeninggal Rasulullah SAW para sahabat tetap melakukan proses amal jama’i yang rapi sehingga mampu menaklukkan peradaban besar lainnya.
Wallahu a’lam
Terima kasih telah membaca artikel tentang Dakwah Rasulullah SAW ke Tha'if - Hikmah di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.