Harapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata tinggal harapan. Penduduk Thaif menolak Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mencemoohnya, bahkan mereka memperlakuan secara buruk terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Kenyataan ini sangat menggoreskan kesedihan dalam hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Maka beliaupun kembali ke Mekkah dalam keadaan sangat sedih, merasa sempit dan susah.
Keadaan ini diceritakan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditanya oleh istri tersayang, yaitu 'Aisyah Radhiyallahu anhuma :
هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ عَلَيْكَ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
"Apakah pernah datang kepadamu (Anda pernah mengalami-Pen.) satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?"
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : "Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat 'Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu 'Abdi Yalîl bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarnust-Tsa'âlib, lalu aku angkat kepalaku. Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril q , lalu ia memanggilku dan berseru: 'Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka'. Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: 'Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain'." [1]
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua". [HR Imam al-Bukhâri dan Imam Muslim].
Begitulah sambutan penduduk Thaif. Penolakan mereka saat itu sangat mempengaruhi jiwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sehingga beliaupun bersedih. Namun kesedihan ini tidak berlangsung lama. Karena sebelum Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Mekkah, saat melakukan perjalanan kembali dari Thaif, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan pertolongan Allah Azza wa Jalla . Pertolongan ini sangat berpengaruh positif pada jiwa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mengurangi kekecewaan karena penolakan penduduk Thaif, sehingga semakin menguatkan tekad dan semangat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam mendakwahkan din (agama) yang hanif ini.
PERTOLONGAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Pertongan pertama datang saat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Qarnuts-Tsa'âlib atau Qarnul-Manazil.[2] Allah Azza wa Jalla mengutus Malaikat Jibril Alaihissallam bersama malaikat penjaga gunung yang siap melaksanakan perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas perlakuan buruk penduduk Thaif. Namun tawaran ini diabaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkeinginan melampiaskan kekecewaaan atas penolakan penduduk Thaif. Justru sebaliknya, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharapkan agar dari penduduk Thaif ini terlahir generasi bertauhid yang akan menyebarkan Islam.
Inilah akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang teramat agung. Saat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mampu membalas perlakuan buruk dari kaumnya, namun justru memberikan maaf dan mendoakan kebaikan. Demikian ini selaras dengan beberapa sifat beliau yang diceritakan dalam al-Qur'ân, seperti sifat lemah lembut,[3] kasih sayang, dan sangat menginginkan kebaikan bagi umatnya.[4]
Kemudian pertolongan dan dukungan yang kedua, yaitu saat Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di lembah Nakhlah, dekat Mekkah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal disana selama beberapa hari. Pada saat itulah Allah Azza wa Jalla mengutus sekelompok jin kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[5] Mereka mendengarkan al-Qur`ân dan kemudian mengimaninya. Peristiwa itu disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam dua surat, yaitu al-Ahqâf dan al-Jin ayat 1 hingga 15.
Allah berfirman dalam surat al-Ahqâf/46 ayat 29-31:
وَإِذْ صَرَفْنَا إِلَيْكَ نَفَرًا مِنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُونَ الْقُرْآنَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوا أَنْصِتُوا ۖ فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا إِلَىٰ قَوْمِهِمْ مُنْذِرِينَ ﴿٢٩﴾ قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنْزِلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ ﴿٣٠﴾ يَا قَوْمَنَا أَجِيبُوا دَاعِيَ اللَّهِ وَآمِنُوا بِهِ يَغْفِرْ لَكُمْ مِنْ ذُنُوبِكُمْ وَيُجِرْكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ
Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan al-Qur`ân, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata: "Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)." Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (al-Qur`ân) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Hai kaum kami, terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih.
Kedua peristiwa di atas meningkatkan optimisme Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sehingga bangkit berdakwah dengan penuh semangat tanpa peduli dengan berbagai penentangan yang akan dihadapinya.
PERLINDUNGAN AL MUTH'IM BIN 'ADIY
Setelah kembali ke Mekkah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan perlindungan dari al-Muth'im bin 'Adiy, sehingga kaum kafir Quraisy tidak leluasa mengganggunya. Al-Muth'im memiliki dua jasa sangat besar kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Pertama, ia memiliki peran dalam perusakan kertas perjanjian pemboikotan yang ditempelkan di dinding Ka'bah. Kedua, ia memberikan perlindungan saat kaum Quraisy berusaha mengusir dan mengganggu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Jasa al-Muth'im ini selalu diingat oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sehingga seusai mengalahkan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badr, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda perihal para tawanan:
لَوْ كَانَ الْمُطْعِمُ بْنُ عَدِيٍّ حَيًّا ثُمَّ كَلَّمَنِي فِي هَؤُلَاءِ النَّتْنَى لَتَرَكْتُهُمْ لَهُ
Seandainya al-Muth'im bin Adiy masih hidup, lalu dia mengajakku berbicara tentang para korban yang mati ini (maksudnya, meminta Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membebaskan mereka, Pen.), maka tentu aku serahkan mereka kepadanya.[6]
Catatan Kaki:
[1]. Dua gunung besar di Mekkah, yaitu Gunung Abu Qubais dan Gunung Qu'aiqi'an. Ada juga yang mengatakan Gunung Abu Qubais dan Gunung al-Ahmar. Lihat footnote as-Siratun-Nabawiyyah fî Dhau'il Mashadiril-Ashliyyah, hlm. 228.
[2]. Tempat miqat penduduk Najd.
[3]. Lihat Qs 'Ali 'Imran/3 ayat 159
[4]. Lihat Qs at-Taubah/9 ayat 128.
[5]. Kedatangan sekelompok jin ini juga diceritakan dalam hadits shahih riwayat Imam al-Bukhari. Lihat Fathul-Bâri (18/314, no. 4921) dan Imam Muslim (1/331, no. 449). Ibnu Hajar t membawakan beberapa dalil yang mendukung pendapat Ibnu Ishaq dan Ibnu Sa'ad yang menyatakan, bahwa peristiwa kedatangan para jin ini terjadi saat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dari Thaif
[6]. HR Imam al-Bukhari. Lihat Fathul-Bâri 12/226-227, no. 3139
Artikel lengkap dapat langsung dirujuk ke:
http://almanhaj.or.id/content/2218/slash/0/berdakwah-ke-thaif/
Ada juga riwayat dha’if tentang do’a Rasulullah SAW dan ke-Islam-an Addas:
Selama sepuluh hari, Rasulullah SAW berada di Tha’if. Selama itu beliau mendatangi dan mengajak seluruh pemuka mereka. Namun mereka mengatakan, “Keluarlah kamu dari daerah kami.” Kemudian, mereka mengerahkan orang-orang bodoh dan budak-budak mereka sambil berteriak-teriak mencaci maki beliau. Mereka berbaris di kanan kiri jalan sambil melempari beliau dengan batu sehingga kedua sandalnya terwanai oleh darah. Zaid bin Haritsah ra. berusaha keras melindungi beliau dengan dirinya walaupun ia sendiri terkena luka pada kepalanya.
Mereka terus mengejar beliau, sehingga beliau terpaksa mencari perlindungan di sebuah kebun milik Utbah dan Syaibah, keduanya adalah putera Rabi’ah. Kebun tersebut terletak sekitar tiga mil dari Tha;if. Setelah berlindung di kebun tersebut, mereka pun kembali. Beliau mendatangi sebuah pohon anggur, kemudian duduk beristirahat di bawahnya. Setelah merasa tenang, beliau memanjatkan do’a yang sudah masyhur, yang menunjukkan kesedihannya atas kekerasan yang beliau hadapi dan tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Beliau memanjatkan do’a:
“Ya Allah kepadaMu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang, Engkaulah pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku. Kepada siapakah diriku hendak engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah bengis terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka, semuanya itu tidaklah kuhiraukan. Namun ni’mat yang engkau limpahkan kepadaku sungguh lebih besar. Aku berlindung kepada sinar cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat, dari murka-Mu yang hendak engkau timpakan kepadaku. Hanya engkaulah yang berhak ridho. Sungguh, tiada daya dan kekuatan apapun selain atas perkenan-Mu.”
Setelah melihat beliau kedua anak Rabi’ah tersebut tergerak rasa kasih sayangnya kepada beliau. Keduanya memanggil pelayannya, seorang nasrani bernama Addas. Kemudian memerintahkan kepadanya, “Ambilkan buah anggur dan berikan kepada orang itu.” Sambil menerima buah anggur, Rasulullah SAW mengucapkan “Bismillah”, kemudian memakannya.
Mendengar ucapan beliau itu, Addas berkata, “Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk daerah ini.” Rasulullah SAW kemudian bertanya kepadanya, “Kamu dari daerah mana? Dan apa agamamu?” saya seorang nasrani dari daerah Nainawa, jawab Addas. Beliau bertanya lagi, apakah kamu dari negeri seoragn shalih bernama Yunus bin Matta? Bagaimana tuan bisa mengenal Yunus bin Matta?” beliau menerangkan, “Yunus adalah saudaraku. Ia seorang Nabi dan akupun seorang Nabi.” Seketika itu juga Addas berlutut di hadapan Rasulullah SAW lalu mencium kaki beliau.
Salah seorang anak Rabi’ah itu berkata kepada saudaranya, “Rupanya pelayanmu itu telah dihasut oleh orang tersebut.” Setelah Addas datang, mereka menegurnya, “Celaka kamu, apa yang kamu lakukan tadi?” Ia menjawab, “Wahai tuanku, tidak ada seorang pun di muka bumi yang lebih baik daripada orang ini. Dia telah mengabarkan kepadaku suatu perkara yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali oleh seorang nabi.” Mereka berkata, “Celaka kamu hai Addas, janganlah kamu berpaling dari agamamu, agamamu lebih baik daripada agamanya.”
[ar Rahiiqul Makhtuum karya Syaikh Shafiyyur-Rahman al Mubarakfury, edisi bahasa Indonesia: Sejarah Hidup Muhammad; Sirah Nabawiyah, Penerbit Rabbani Press, Edisi ke-3, Mei 2002, hal: 169-170]
Terima kasih telah membaca artikel tentang Dakwah Rasulullah SAW ke Tha'if - Teks Hadits di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.
2 comments
assalamualaikum.. ust ada yg mngatakan bahwa hadist tentang rasulullah dakwah ditaif itu adalah hadist palsu.. gmana kira2 tentang hadist yag diatas
BalasSebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak pada saudaraku Habib yang telah melapangkan waktu untuk membaca blog saya. Untuk menjawab pertanyaan sdr Habib, ada baiknya kita baca kitab Ma Sya'a wa lam yatsbutu fi as-sirah an-nabawiyyah karya Muhammad bin Abdullah al Usyan, terjemah dalam bahasa Indonesia: Masyhur Tapi Tak Shahih Dalam Sirah Nabawiyah, Penerbit Zam-Zam, 2010, 380 hlm, 23 cm. Bisa dilihat di halaman 108-110. Bab Doa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam Setelah Keluar Dari Thaif dan Pertemuan Beliau Dengan 'Addas. Berikut saya nukilkan halaman 109 yang menjelaskan secara lengkap
BalasSyaikh al Albani berkata, "Kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dengan sanad shahih dari Muhammad bin Ka'ab Al Qurazhi secara mursal. Tetapi ucapan beliau 'Jika kalian enggan, rahasiakanlah keberadaanku' dan 'Ya Allah, hanya kepadaMu aku mengadukan..' Ia menyebutkannya tanpa sanad. Kisah yang sama diriwayatkan secara ringkas oleh Thabrani dalam Al Kabir dari Abdullah bin Ja'far. Riwayat ini juga berisi doa seperti di atas. Haitsami, IV:35 berkata, "Pada sanadnya ada Ishaq, ia seorang Mudallis yang terpercaya sedang perawi lainnya terpercaya. Jadi hadits ini dha'if". Selesai ucapan al Albani. (Fiqhus Sirah, 126, lihat pula Adh Dha'ifah, VI:486).
Dalam al Fath, Ibnu Hajar mengatakan, "Musa bin 'Uqbah dalam al Maghazi menceritakan dari Ibnu Syihab bahwa ketika Abu Thalib meninggal dunia, Nabi berjalan menuju Tha'if dengan harapan mereka mau menerima beliau. Tetapi ternyata mereka menolak beliau dangan cara yang sangat buruk. Demikian diceritakan secara panjang lebar oleh Ibnu Ishaq tanpa sanad. (Fathul Bari VI :315). Namun inti kisah ini, yakni beliau SAW datang ke Thaif dan menawarkan diri agar mendapat perlindungan mereka, lantas mereka tidak menerimanya, adalah kisah shahih yang diriwayatkan Bukhari [kitab Bad'ul Khalqi (Fathul Bari VI :315)] dan Muslim [kitab al Jihad, Bab Ma Laqiyan Nabi min Adzal Musyrikin wal Munafiqin (Syarh An-Nawawi, XII : 154)]