Berbeda dengan era sebelumnya yang lebih dominan pada menggunakan kekuatan militer, dunia politik saat ini selain banyak diintervensi kekuatan bisnis juga sangat dipengaruhi oleh media. Media yang tadinya cuma corong kepentingan penguasa sekarang dapat menjadi elemen kekuasaan itu tersendiri. Untuk kasus Indonesia, beberapa taipan media ikut serta dalam proses politik membuat partai politik baru dan mencalonkan diri sebagai presiden.
Keputusan-keputusan politik penguasa atau calon penguasa tidak jarang memiliki aroma tidak sedap, khususnya jika terkait masalah KKN. Sejatinya penyelewengan kekuasaan semuanya berasal dari keserakahan dan bermuara pada tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Orde baru dan orde reformasi adalah saksi dari praktek kekuasaan yang lebih mirip arisan keluarga daripada pertarungan ide untuk mensejahterakan rakyat.
Berbagai cara diciptakan agar kebusukan-kebusukan prilaku cacat mental ini tidak menjadi buah bibir masyarakat, dan kalaupun sudah kadung ramai di media, harus dicari cara agar dalam waktu cepat perhatian publik bisa teralihkan dan lupa ingatan di masa depan. Tujuannya jelas: status quo kekuasaan bagi yang sudah berkuasa dan peralihan kekuasaan pada yang masih lapar berkuasa.
Salah satu cara yang ditempuh biasanya dengan deception theory (teori pengalihan) dan yang namanya pengalihan, tujuan awalnya peralihan isu, tujuan akhirnya amnesia. Ada beberapa yang bisa ditempuh, antara lain:
1. Pendekatan rezim militer, biasanya dengan pola: aksi, laporan dan lupakan!
2. Pendekatan media yang biasanya dipakai untuk mengelola ide dan isu sesuai misi. Cara yang ditempuh:
a. Memakai isu lain yang serupa, namun dengan pemberian aksentuasi "lebih parah". Cara ini terlihat jelas di kasus sodomi JIS yang coba dialihkan dengan kasus Emon Sukabumi. Kasus genosida kaum muslimin di afrika tengah dengan kasus penculikan 200 siswi di Nigeria oleh komplotan Boko Haram
b. Cari isu lain yang tidak ada hubungannya tetapi disukai masyarakat. Misalnya kasus mega korupsi ditutupi dengan kasus penangkapan artis yang diduga pakai narkoba.
3. Pendekatan media sosial yang biasanya head to head dengan lawan ideologis dan menambah kawan. Cara yang dipakai:
a. Menyerang pada figur atau kelompok tertentu, dengan mengecilkan yang besar dan memegakasuskan hal remeh. Misalnya keberhasilan besar menteri kominfo Tifatul Sembiring memfasilitasi BRI membeli satelit yang dikecilkan dengan isu vimeo dan berusaha mem-blow up komen Pak Tif yang menurut mereka kurang apik dalam menanggapi kasus penculikan 200 siswi Nigeria.
b. Taktik bertahan dan berjualan yang dipakai JASMEV dalam membela sembari berjualan Jokowi. Membesarkan yang kecil karena cuma hal kecil saja yang bisa dijual. Misalnya mengangkat isu blusukan.
Terus terang saya kagum dengan upaya-upaya ini dan menganggapnya bukan lagi sekadar teori tapi sebuah seni. Seni yang hanya dapat dipahami oleh sesama pekerja dan penikmat seni. Seperti pepatah orang-orang sufi, "Hanya Wali yang bisa mengenal Wali.".
Kita mulai pembahasan:
1. Pendekatan Rezim Militer
Ini adalah pengalihan isu yang paling efektif, efisien dan bersih. Kasus diselesaikan sampai ke akar dengan pendekatan kekerasan dan bumi hangus, setelah itu baru konferensi pers bahwa masalah telah selesai, korban sekian, kerusakan apa saja, yang dihukum mati siapa saja dan harap maklum. Sangat efektif untuk meredam aksi yang serupa di masa datang karena telah ada "contoh".
Untuk melanggengkan kekuasaan, rezim militer menjadikan "pemberontakan yang teratasi dengan cepat" sebagai ritual rutin yang periodik. Tujuannya agar rakyat tidak lupa dan selalu takut. Untuk menjamin kejadian2 serupa terjadi secara berkala, operasi intelijen memainkan perannya. Bikin organisasi militan yang dalam beberapa tahun siap melakukan "aksi teroris" sesuai periodisasi. Kemudian bisa ditebak datanglah militer dengan segala "aksi heroik"nya menumpas gerakan mini tersebut. Operasi militer kecil-kecilan seperti ini juga dapat menjaga tensi dan kesiagaan prajurit di tingkat bawah. Pembinaan untuk pembinasaan, persis hewan ternak dibesarkan untuk disembelih.
Orde baru terkenal rapi mengerjakan hal-hal ini. Malari, Woyla, Tanjung Priuk, pengeboman BCA, Warsidi-Lampung, Haur Koneng, adalah hasil kerja sinematografi militer yang brilian. Bisa dilihat ada periodisasi yang juga baik. Hampir sama dengan rezim orde baru, di masa sekarang ada organisasi teror bom internasional yang sedang dijadikan komoditas: al Qaidah, JI dan kelompok lain yang terafiliasi. Namun agaknya rezim sekarang agak kurang lihai memainkan isu-isu ini walaupun bukan tanpa upaya. Bom Bali, bom kedutaan australia, bom mariot yang disertai dengan aksi heroik densus 88 dalam menumpas jaringan teroris yang bahkan diliput langsung oleh media. Alih-alih berimbas pada citra pemerintahan yang kuat, kasus korupsi justru membutuhkan kasus teror supaya publik bisa hilang ingatan. Tidak bisa disalahkan karena pilihan menjadi presiden yang populis lebih menguntungkan daripada menjadi penguasa yang ditakuti.
Di antara kebijakan orde baru yang saya kagumi ada Satuan "Petrus" atau penembak misterius yang tidak pernah diakui secara resmi namun aktif memberantas aksi-aksi banditisme. Kebijakan yang jika diterapkan di alam demokrasi ini akan dianggap barbar. Terus terang kekaguman saya bisa berubah menjadi setuju jika melihat aksi geng motor, sodomi anak di bawah umur dll kasus yang belum tertangani dengan baik.
Orde baru tidak perlu meredam isu, karena seperti kata Bang Haji "Kau yang mulai kau yang mengakhiri". Latar belakang militer yang kental membuat Orde Baru tidak membutuhkan pengalihan isu. Takut dan lupakan adalah hal yang diharapkan dan merupakan harga mati dari stabilitas.
Apa yang dibutuhkan oleh rezim militer hanya berlindung di balik ideologi resmi yang dicetuskan oleh founding father. Lain tidak. Bahasa subsersi dari ideologi resmi sudah cukup sebagai legitimasi rezim militer untuk bertindak represif. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, begitu bahasanya.
Bahasa itu pula yang dikenal oleh rezim militer Mesir yang gak tau malu untuk melengserkan presiden resmi hasil pemilu demokratis. Melindungi dan menjaga negara sekali lagi menjadi mantra sakti tak terbantahkan untuk senjata yang menyalak di depan demonstrasi damai.
Terima kasih telah membaca artikel tentang THE ART OF DECEPTION : REZIM MILITER di blog Tadabbur Kubur Takabbur jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.